Minggu, 08 Juli 2018

Teori Attachment (Kelekatan) Dan Implementansinya Dalam Berkomunikasi Dengan AUD


Oleh: Azizatul Fuad, Ermawati, Salamah, Yayu Sri Wahyu Ningsih
A.   Pendahukuan

Attachment (kelekatan) merupakan kecenderungan seseorang untuk mencari kenyamanan dengan lingkungannya melalui kelekatan dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Attachment (kelekatan) muncul pada diri seorang anak sebelum anak belajar tentang hal-hal yang lebih kompleks dalam periode-periode kehidupannya, dan biasanya dimulai pada usia balita dan akan berkembang sesuai dengan semakin luasnya lingkungan sosial si anak tersebut.

Attachment (kelekatan) berbeda dengan istilah ketergantungan, jika ketergantungan anak terjadi pada setiap orang yang memberikan bantuan atau dukungan terhadapnya, namun tingkah laku lekat ini lebih dari pada sekedar mendapatkan bantuan dan dukungan. Hal ini bisa dilihat misalnya anak akan menangis jika objek kelekatannya mengacuhkannya, namun sangat bahagia bila objek kelekatannya itu kembali walaupun tidak melakukan sesuatu yang berarti, dan biasanya seorang anak yang telah memiliki kelekatan misal dengan ibunya, akan selalu mengarahkan pandangan ke si ibu setiap kali berada disekitar ibunya bahkan saat sedang bersama anggota keluarga lainnya.

Anak yang memperolah attachment (kelekatan) yang positif akan membawa dampak positif bagi setiap fase kehidupannya sampai nanti akhirnya mampu mencapai perkembangan optimal pada fase remaja dan dewasanya. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya maka anak akan mengalami masalah dalam proses perkembangannya, yang selanjutnya dapat menjadi akar dari berbagai masalah sosial yang banyak terjadi saat ini.

Anak dengan keyakinan yang kuat terhadap penerimaan lingkungan terhadap kehadirannya, cenderung akan mengembangkan tingkah laku lekat yang aman dengan figur lekatnya (secure attachment) dan juga mengembangkan rasa percaya tidak saja pada ibu tetapi juga pada lingkungannya, dan hal ini membawa pengaruh positif dalam perkembangan selanjutnya dalam setiap periode kehidupannya.

Attachment  (kelekatan) pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi kemampuan anak untuk menjalin persahabatan pada masa dewasa muda. Pola relasi orang tua dan anak seringkali seiring dengan relasi suami dan istri, apalagi pada relasi suami istri yang tidak harmonis akan berpengaruh buruk pada anak dimana anak merasa tidak aman dan terlindungi. Oleh karena itu keharmonisan hubungan suami istri yang harmonis merupakan keharusan.

B. Teori Attachment (Kelekatan)

Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang secara emosional terikat dengan orang lain, Attachment dimulai.

Edward John Mostyn Bowlby (26 Februari 1907 - 2 September 1990) adalah seorang psikolog Inggris,  psikiater, dan  psikoanalisis, terkenal karena ketertarikannya pada perkembangan anak dan untuk pekerjaan perintisnya dalam teori keterikatan. Tinjauan survey Psikologi Umum, yang diterbitkan pada tahun 2002, menempatkan Bowlby sebagai psikolog ke 49 yang paling banyak dikutip pada abad ke-20.[1]

John Bowlby mengajar di sekolah untuk anak-anak cerdas, menerima pelatihan medis dan psikoanalisis, dan sejak tahun 1936 mengerjakan buku pembimbing anak-anak. Pada tahun 1936 itu Bowlby tertarik pada gangguan-gangguan yang dibesarkan di panti asuhan. Anak-anak yang di bawah pengasuhan perawat dilihatnya seringkali menunjukkan beragam masalah emosi, termasuk ketidakmampuan membentuk hubungan intim dan abadi dengan anak-anak lain. Anak-anak ini tidak sanggup mencintai karena tidak memiliki kesempatan untuk membentuk kemelekatan yang solid dengan figur ibu di awal kehidupannya. Bowlby juga mengamati gejala serupa pada anak-anak yang tumbuh normal di rumah untuk sementara waktu namun kemudian menderita perpisahan cukup lama. Anak-anak tersebut tampaknya begitu terguncang sehingga secara permanen mereka menjauh dari ikatan manusia yang erat. Observasi tentang hal tersebut meyakini Bowlby bahwa kita tidak bisa memahami perkembangan tanpa memperhatikan lebih teliti ikatan ibu dan bayi. Bagaimana ikatan tersebut terbentuk? Mengapa ikatan begitu penting, sehingga jika terganggu akan menghasilkan konsekuensi yang menyakitkan? Untuk mencari jawaban tersebut Bowlby menoleh pada etologi.[2]
Teori keterikatan telah digambarkan sebagai pendekatan dominan untuk memahami perkembangan sosial awal dan telah melahirkan lonjakan besar penelitian empiris mengenai pembentukan hubungan dekat anak-anak.  Teori keterikatan Bowlby menekankan prinsip penting berikut ini :[3] 

1. Anak-anak antara 6 dan 30 bulan sangat mungkin untuk membentuk keterikatan emosional pada pengasuh yang familier, terutama jika orang dewasa sensitif dan responsif terhadap komunikasi anak.
2. Keterikatan emosional anak-anak muda ditunjukkan secara perilaku dalam preferensi mereka terhadap orang-orang yang dikenal; kecenderungan mereka untuk mencari kedekatan dengan orang-orang itu, terutama pada masa kesusahan; dan kemampuan mereka untuk menggunakan orang dewasa yang dikenal sebagai basis aman untuk menjelajahi lingkungan.
3. Pembentukan keterikatan emosional berkontribusi pada pengembangan emosional dan kepribadian kemudian, dan jenis perilaku terhadap orang dewasa yang diketahui yang ditunjukkan oleh balita memiliki beberapa kontinuitas dengan perilaku sosial yang akan mereka tunjukkan di kemudian hari.
4. Peristiwa yang mengganggu keterikatan, seperti pemisahan anak balita dengan tiba-tiba dari orang-orang yang dikenal atau ketidakmampuan perawat yang signifikan menjadi sensitif, responsif atau konsisten dalam interaksi mereka, memiliki dampak negatif jangka pendek dan jangka panjang pada emosi dan kognitif anak. kehidupan.

Menurut Bowbly, attachment (kelekatan) merupakan tingkah laku yang khusus pada manusia, yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain dan mencari kepuasan dalam hubungan dengan orang tersebut.[4] Menurut John Santrock,  kelekatan adalah ikatan emosional yang erat diantara dua orang. Kelekatan ini mengacu pada suatu relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu. Anak yang mendapatkan kelekatan (Attachment) yang cukup, akan merasa dirinya aman (Secure) dan lebih positif terhadap kelompoknya, menunjukkan ketertarikan yang lebih besar terhadap orang lain di dalam mengajak bermain atau ketika digendong.[5] Sedang menurut MÅ‘nks, kelekatan adalah mencari dan mempertahankan kontak dengan orang-orang yang tertentu saja. Orang pertama yang dipilih anak dalam kelekatan adalah ibu (pengasuh), ayah atau saudara-saudara dekatnya.[6] Anak ini bersifat sosial tidak hanya dengan ibu atau pengasuhnya, tetapi juga pada orang lain. Sebaliknya anak yang memiliki kelekatan yang tidak aman/kuat (Insecure) akan takut pada orang asing dan akan merasa sedih oleh perpisahan dengan ibu atau pengasuhnya.
Ciri-ciri seorang anak dapat dikatakan lekat pada orang lain jika mempunyai kelekatan fisik dengan seseorang, menjadi cemas ketika berpisah dengan figur lekat, menjadi gembira dan lega ketika figur lekatnya kembali, dan orientasinya tetap pada figur lekat walaupun tidak melakukan interaksi. Anakmemperhatikan gerakan, mendengarkan suara dan sebisa mungkin berusaha mencari perhatian figur lekatnya.[7]

Dapat disimpulkan bahwa attachment (kelekatan) adalah suatu hubungan kasih sayang satu individu dengan individu yang lain dimana seseorang yang telah lekat dengan orang lain, ia akan merasa aman/kuat dan terlindungi.

C. Figur Yang Lekat Pada AUD

Figur lekat adalah orang yang dijadikan anak sebagai objek lekat. Figur lekat tidak hanya ibu, tetapi bisa juga ayah, pengasuh (baby Sitter) atau nenek tergantung kepada siapa bayi merasa nyaman. Anak akan selalu ingin berdekatan dengan figur lekatnya. Hal ini dapat dilihat pada pola tingah laku anak yang menunjukkan sikap tidak nyaman seperti; menangis jika figur lekatnya pergi, selalu memandang ke arah perginya figur lekat, dan akan sangat senang jika figur lekat kembali serta hal yang paling menonjol adalah anak berani bereksplorasi bebas jika berada dekat figur lekatnya.

Pemenuhan kebutuhan pokok bukan hal yang utama bagi anak, tetapi dengan kelekatan akan terpenuhilah kebutuhannya. Anak menentukan orang yang akan menjadi figur lekat berdasarkan apa yang ia rasakan. Biasanya Anak memilih orang yang sering melakukan interaksi dengan dirinya, baik interaksi untuk menarik perhatian anak maupun interaksi secara spontan. Orang dijadikan figur lekatpun bukan hal yang penting bagi anak tetapi seberapa besar orang tersebut mampu memberikan perhatian kepadanya, bagaimana respon yang diterima serta tepat tdak respon yang diberikan menjadi sumber kenyamanan bagi anak dalam menentukan figur lekat.[8]

Menurut Eka Ervika,  ada dua macam figur lekat, yaitu figur lekat utama dan figur lekat pengganti. Menurut Bowlby (dalam Durkin 1995) individu yang selalu siap memberikan respon ketika anak menangis tetapi tidak memberikan perawatan fisik cenderung dipilih sebagai figur lekat pengganti. Adapun individu yang kadang-kadang memberikan perawatan fisik namun tidak bersifat responsif tidak akan dipilih menjadi figur lekat.

Adapun kondisi yang dapat menimbulkan kelekatan pada anak pada seseorang adalah:[9]
1. Pengasuh Anak
Termasuk pada siapa dan bagaimana pengasuhan dilakukan. Orang yang paling banyak mengasuh anak adalah orang yang paling sering berhubungan dengan anak dengan maksud mendidik dan membesarkan anak. Hal ini menyangkut kualitas hubungan antara pengasuh dan anak, disamping itu pengasuh anak harus tetap dan berhubungan dengan anak secara berkesinambungan
2. Komposisi Keluarga
Anak mempunyai kemungkinan untuk memilih salah satu dari orang-orang yang ada dalam keluarga sebagai figur lekatnya. Figur lekat yang dipilih anak biasanya adalah orang dewasa yang memenuhi persyaratan pada butir 1 di atas. Ibu biasanya menduduki peringkat pertama figur lekat utama anak. Hal ini dapat dipahami karena ibu biasanya lebih banyak berinteraksi dengan anak dan berfungsi sebagai orang yang memenuhi kebutuhannya serta memberikan rasa nyaman, namun dalam hal ini kuantitas waktu bukanlah faktor utama terjadinya kelekatan. Kualitas hubungan menjadi hal yang lebih dipentingkan. Kualitas hubungan ibu dan anak jauh lebih penting daripada lamanya mereka berinteraksi karena dengan mengetahui lamanya anak berinteraksi belum tentu diketahui tentang apa yang dilakukan selama interaksi. Hal ini dibuktikan oleh Schaffer dan Emerson (dalam Hetherington dan Parke,1999; Durkin, 1995) yang menemukan bahwa bayi memilih ayah dan orang dewasa lainnya sebagai figur lekat, padahal bayi menghabiskan waktu lebih banyak bersama ibu. Bayi-bayi ini memiliki ibu yang tidak responsif dan cenderung mengabaikan padahal ibu yang memberikan perawatan rutin pada bayi. Hal ini disebabkan karena ayah-ayah jaman sekarang cenderung mau terlibat dalam pemeliharaan anak. Masalahnya adalah sulit menilai kualitas kelekatan tersebut karena para ayah biasanya sulit diajak bekerjasama dalam penelitian akibat keterbatasan waktu yang mereka miliki (Shaffer dan Emerson dalam Durkin, 1995).

Menurut Bowlby (dalam Adiyanti 1985) perkembangan kelekatan terhadap figur tertentu merupakan hasil proses yang bekerja dalam diri anak, yaitu:

1. Kecenderungan anak untuk melakukan orientasi, melihat dan mendengarkan suatu kelompok stimuli tertentu dan sejumlah stimuli yang lain. Hal ini memungkinkan bayi yang masih sangat muda menaruh perhatian khusus pada orang yang merawatnya (sebagai suatu stimuli).
2. Kegiatan belajar memungkinkan bayi belajar tentang atribut persepsual dari orang yang memberikan perhatian kepadanya dan membedakan orang tersebut dari orang-orang disekitarnya.
3. Bayi mempunyai kecenderungan untuk mendekati orang yang sudah dikenalnya dan telah dibedakan dari orang lain

D. Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Lekat pada AUD

Menurut Adiyanti dalam Suzi Ardiyanti, tingkah laku lekat pada anak terhadap figur lekatnya dibagi menjadi 2 yaitu : [10]

1. Signaling Behavior
Tingkah laku lekat signal ini merupakan tingkah laku yang dilakukan anak dengan memberikan tanda supaya figur lekat mendekat. anak melakukan suatu perbuatan yang dapat direspon oleh figur lekatnya. Untuk menarik perhatian figur lekat ini, anak akan melakukan hal-hal berikut:
a. Menangis
Pada saat anak menangis, figur lekat akan mendekati anak dan berusaha membujuknya untuk tidak menangis. Figur lekat harus memahami arti tangisan anak. Tangisan ini dapat diselesaikan karena anak lapar, takut, marah atau tidak nyaman.
b. Tersenyum dan meramban
Ketika anak tersenyum, anak bermaksud mendapatkan respon dari figur lekatnya. Biasanya diikuti dengan meramban. Figur lekat yang baik akan mendekati anak dan merespon hal tersebut, misalnya dengan mengajak bicara, memandang dan membalas senyum anak. Hal ini menimbulkan kelekatan emosional pada anak dan figur lekatnya.
c. Mengacungkan tangan
Selain tersenyum dan meramban, anak juga akan mengangkat dan seolah-olah mengacungkan tangan agar figur lekat memperhatikan dan mendekatinya. Perilaku ini biasanya muncul pada usia 24 minggu.
d. Mencoba menarik perhatian
Pada usia 32 minggu, anak sudah dapat menari perhatian supaya figur lekat mendekat. Tingkah laku yang dilakukan anak biasanya merengek-rengek minta digendong.

2. Approaching Behavior
Pada tingkah laku ini, anak berusaha mendekati figur lekat agar diperhatikan dan terjadi kelekatan afektif. Biasanya anak akan melakukan hal-hal dibawah ini:
a.  Mendekati dan mengikuti
Anak mendekati figur lekat dan mengikutinya. Hal ini dilakukan agar anak merasa nyaman, apalagi jika figur lekat terlihat akan pergi. Perilaku ini biasanaya muncul pada usia 8 bulan.
b. Clinging
Tingkah laku ini dilakukan untuk mendapatkan kontak yang sangat dekat. Perilaku yang muncul berupa menggenggam rambut, menarik bibir figur. Clinging akan meningkat pada usia 4 tahun teruama jika anak mengalami kegelisahan, takut, khawatir dan lain sebagainya.
c. Menghisap
Anak tidak hanya mengisap tangan, tetapi anggota badan lainnya dengan maksud supaya dekat dengan figur lekat.

E. Kesimpulan

1. Attachment (kelekatan) adalah suatu hubungan kasih sayang satu individu dengan individu yang lain dimana seseorang yang telah lekat dengan orang lain, ia akan merasa aman/kuat dan terlindungi.
2. Figur lekat pada AUD adalah orang yang dijadikan anak sebagai objek lekat. Adapun kondisi yang dapat menimbulkan kelekatan pada anak pada seseorang adalah pengasuh anak dan komposisi keluarga.
3. Tingkah laku lekat pada AUD terhadap figur lekatnya dibagi menjadi 2 yaitu :  a. Signaling Behavior ( menangis, tersenyum dan meramban, mengacungkan tangan, mencoba menarik perhatian), b.  Approaching Behavior ( mendekati dan mengikuti, clinging, menghisap)

F. Saran

1.  Pola hubungan orang tua dan anak seringkali seiring dengan hubungan suami istri, maka disarankan suami istri memiliki hubungan yang harmonis dalam keluarga karena attachment  (kelekatan) pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi kemampuan anak untuk menjalin persahabatan pada masa dewasa muda
2. Ibu punya peran penting adalam perkembangan anak karena anak mendapatkan kesan pertama mengenai dunia melalui perilaku dan sikap ibu diasarankan  ibu berlaku baik maka kesan anak tentang dunia dan lingkungan positif dan sikap anak juga akan menjadi positif.

Catatan Kaki :

[1] John Bowbly, diakses dari https://en.wikipedia.org/wiki/John_Bowlby pada 22 Pebruari 2018
[2] William Crain, Teori Perkembangan; Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 65 - 67
[3] John Bowbly, diakses dari https://en.wikipedia.org/wiki/John_Bowlby pada 22 Pebruari 2018
[4] Christiana Hari Soetjiningsih, Perkembagan Anak: Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-kanak Akhir,( Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h. 154.
[5] John Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 36.
[6] Monks, F. J. Knoers A.M.P. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Alih bahasa: Siti Rahayu, Haditono. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1986).
[7] Eka Ervika, Kelekatan (attachment) pada Anak, e-USU Repository, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005), h. 4
[8] Susi Ardiyanti, Kelekatan Dalam Perkembangan Anak, diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=401653&val=6793&title=KELEKATAN%20DALAM%20PERKEMBANGAN%20ANAK pada tanggal 22 Pebruari 2018, h. 251
[9] Eka Ervika, Kelekatan (attachment) ... h. 8
[10] Susi Ardiyanti, Kelekatan ...h. 252

Di Taman Pendidikan Al Qur'an Juga Ada Pengembangan Seni

oleh : Azizatul Fuad


Satuan atau program PAUD adalah layanan PAUD yang dilaksanakan pada suatu lembaga pendidikan dalam bentuk Taman Kanak-kanak (TK)/Raudatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS).

Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki tujuan yaitu mendorong perkembangan peserta didik sehingga mempunyai kesiapan untuk menempuh jenjang pendidikan selanjutnya baik dalam hal sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Menurut Permendikbud No. 146 tahun 2014, struktur kurikulum PAUD memuat tentang program-program pengembangan yang mencakup 5 hal yaitu nilai nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional dan seni.  Sedang program pengembangan seni mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya eksplorasi, ekspresi, dan apresiasi seni dalam konteks bermain.

Kompetensi Dasar Seni pada Pendidikan Anak Usia Dini meliputi mengenal berbagai karya dan aktivitas seni dan menunjukkan karya dan aktivitas seni dengan menggunakan berbagai media.

Sementara itu ada program PAUD yang tidak menerapkan Kurikulum 2013 PAUD karena memiliki kekhasan tersendiri, yaitu Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ). TK/TP Al Qur’an yaitu lembaga non formal tingkat dasar yang bertujuan memberikan bekal dasar kepada anak-anak usia 4-6 tahun (TK) dan usia 7-12 tahun (TPQ) agar menjadi generasi yang sholih-sholihah, yang mampu dan gemar membaca, memahami dan mengamalkan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kegiatan belajar mengajar TPQ memiliki struktur kurikulum yang erat kaitan dengan  mampu dan gemar membaca, memahami dan mengamalkan Al Qur’an. Sehingga unsur seni kurang diperhatikan di dalamnya, walau dalam faktanya menurut Hazel (1979) Pendidikan Usia Dini amat tidak efektif atau kurang sempurna tanpa adanya musik, rupa, gerak dan drama. Demikian juga dalam pendidikan di TPQ unsur musik, rupa, gerak dan drama layak untuk diterapkan.

Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Seni pada Pendidikan Anak Usia Dini

Menurut Widia Pekerti, dkk. Tujuan pembelajaran seni pada PAUD adalah:
1.      Mengembangkan sensitivitas, persepsi indriawi pada anak melalui pengalaman yang kreatif sesuai karakter dan jenjang perkembangan pada pendidikan.
2.      Memberikan stimulus pada anak pada pertumbuhan ide-ide yang imajinatif dan dapat menemukan berbagai penemuan atau gagasan yang kreatif dalam memecahkan masalah artistik atau estetik melalui proses eksplorasi, kreasi, presentasi dan apresepsi sesuai minat dan potensi diri yang dimiliki anak di tiap jenjang pendidikan.
3.      Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan kesenian dengan disiplin ilmu lain yang serumpun atau tidak serumpun melalui berbagai pendekatan keterpaduan yang sesuai karakter keilmuannya.
4.      Dapat mengembangkan kemampuan untuk berapresiasi seni dalam konteks sejarah dan dapat menghargai berbagai macam budaya lokal juga global, sebagai sarana pembentukan saling toleransi dan demokratis dalam masyarakat yang majemuk.

Sedang  fungsi pendidikan seni pada PAUD menurut Winda Pekerti dkk, adalah :

1.      Fungsi Ekspresi. Anak usia dini atau TK mendapatkan kesempatan untuk menyatakan pikiran dan perasaan secara bebas diungkapkan dalam bentuk bunyi, rupa, gerak, dan bahasa atau dapat dikombinasikan sesuai anak mengeksplorasi ungkapannya.
2.      Fungsi Komunikasi. Anak dapat menyampaikan pesan melalui bunyi, rupa, gerak, dan bahasa. Melalui seni memperkenalkan bahasa simbol pada anak.
3.      Fungsi Pengembangan Bakat. Anak dilahirkan sudah mempunyai kemampuan tersendiri, missal bernyanyi, menggambar, dan ketika sudah pada saatnya anak akan dibantu mengembangkan kemampuan yang dimiliki dalam jenjang pendidikan.
4.      Fungsi Kreativitas. Sebagian besar anak suka bereksplorasi dengan lingkungan sekitarnya, imajinasi anak mulai terasah ketika mendapatkan benda-benda yang menarik. Kreatif tidak hanya menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, tetapi mengubah yang telah ada menjadi model baru yang lama dengan melakukan improvisasi.

Dari penjelasan di atas maka Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) merupakan salah satu bagian dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) perlunya dapat mengembangkan pendidikan seni di dalamnya. Dalam hal ini ustadz/ustadzah dapat melakukan pendidikan seni ketika melakukan kegiatan belajar mengajar maupun melalui muatan lokal di TPQ.

Menerapakan Pendidikan Seni dalam Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ)

Taman Kanak-Kanak Al Qur’an/Taman Pendidikan Al Qur’an sebagai lembaga pendidikan non fomal-mempunyai tujuan kelembagaan sebagai berikut:
1.        Membantu mengembangkan potensi anak kearah pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan keagamaan, melalui pendekatan yang disesuaikan dengan lingkungan dan taraf perkembangan anak, berdasarkan tuntutan Alquran dan sunnah Rasul.
2.        Mempersiapkan anak agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan keagamaan yang telah dimilikinya melalui program-program pendidikan lanjutannya.

Adapun struktur kurikulum Taman Pendidikan Al Qur’an sesuai standar Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-kanak Al-Quran, Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (LPPTKA BKPRMI), pada umumnya memuat : 

1.      Dasar pembelajaran Al-Qur’an
2.      Hafalan bacaan sholat
3.      Hafalan surah pendek
4.      Praktek Ibadah
5.      Adab dan do’a harian
6.      Tahsinul kitabah
7.      Dinul Islam
8.      Ilmu Tajwid
9.      Dinul Islam.

Mengingat akan arti pentingnya seni dalam mengembangkan sensitivitas anak, memberikan stimulus anak dengan ide-ide yang imajinatif dan dapat menemukan berbagai penemuan atau gagasan yang kreatif, mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan kesenian dengan disiplin ilmu lain, dan  mengembangkan kemampuan untuk berapresiasi seni. Maka Taman Pendidikan Al Qur’an dalam hal ini kita ambil kasus TPQ Al Huda unit 008 Samarinda Ulu, melaksanakan pendididikan seni melalui 2 kegiatan yaitu:

No.
Belajar dengan Seni
Muatan Lokal Seni
1.
Menyanyikan Mars TPQ
Mengenal Warna-Warna
2.
Menyanyikan lagu-lagu Islami
Mewarnai gambar nuansa Islam seperti masjid, al Qu’an, angka arab, huruf arab
3.
Membaca Puisi Islami
Menulis ayat-ayat Al Quran dan menulis Al Qur’an dengan seni Kaligrafi
4.
Menghafal Ayat sambil bernyanyi seperti: huruf hijaiyah, Asmaul Husna, Senandung Al Qur’an

5.
Melakukan gerak dan lagu Islami

Dengan demikian suasana belajar mengajar di Taman Pendidikan Al  Qur’an (TPQ) menjadi menarik, menyenangkan, tidak monoton dan tidak membosankan. Suasana dibuat anak-anak belajar mengaji sambil bermain. Selain itu dengan seni ini dapat membuat anak dapat berekspresi bebas untuk menyatakan pikiran dan perasaan,  anak dapat berkomunikasi melalui bunyi, rupa, gerak, dan bahasa,maupun symbol, anak yang berbakat dalam bidang seni dapat berkembang bakatnya, dan anak dapat bekreativitas dan berimprovisasi namun semua dalam koridor Islam dan tidak bertentangan dengan syariat dan nilai-nilai Islam dalam berkesenian.

Penciptaan Karya Tari pada AUD

Oleh; Azizatul Fuad, Siti Rahmah, Yayu Sri Wahyu Ningsih


A.   Latar Belakang


Pendidikan seni di AUD, termasuk seni tari bukan untuk menjadikan anak sebagai seorang yang ahli dalam bidang seni, akan tetapi pendidikan seni bagi anak-anak adalah sebagai salah satu media untuk memenuhi fungsi perkembangan dan pertumbuhan anak, baik fisik,maupun psikisnya.

Tari adalah ekspresi jiwa yang media ungkapnya gerak tubuh. Gerak yang digunakan untuk mengekspresikan isi hati merupakan gerak yang sudah diolah sehingga sesuai dengan tema, maksud dan tujuan atau isi tarian. Melihat gerak sebagai media ungkap dalam menari berarti dapat dikatakan bahwa setiap orang yang bisa bergerak pasti bisa menari. Tidak terkecuali anak-anak usia dini atau anak-anak usia prasekolah.  

Tari sangat berpengaruh dalam perkembangan gerak anak, menurut Murgiyanto sebagaimana dikutip oleh Setyowati, bahwa hubungan gerak tari dan motorik kasar anak sangat berkaitan, karena gerak anak menimbulkan gerakan – gerakan yang bermakna untuk anak, oleh karena itu apabila anak bisa bergerak apa saja akan menciptakan motorik anak jadi semakin kreatif dan berkembang.[1]

Sementara itu pembelajaran seni untuk AUD terlihat berjalan sendiri-sendiri, dan tidak ada kesinambungan serta keterkaitan antara seni yang satu dengan seni yang lain. Hal ini disebabkan salah satunya  karena ketidakmampuan guru dalam mengembangkan kreativitas anak. Keadaan ini lebih diperburuk dengan kekurang mantapan keterampilan dalam berkarya seni, minimnya wawasan guru terhadap materi, tujuan dan hakekat pendidikan seni serta kurangnya sarana yang ada di sekolah.[2]

Pembelajaran seni tari jika dikelola dengan baik akan dapat memberi sumbangan dalam meningkatkan kreativitas anak didik. Oleh karena itu guru dituntut untuk mampu memahami kurikulum yang sedang digunakan saat ini, mampu menjabarkan secara lebih terperinci lagi, mampu merancang dan mengaplikasikan strategi instruksional yang tepat serta dapat memacu dan mengembangkan kreativitas anak didik, guru dituntut untuk menguasai teori-teori yang melandasi pendidikan seni, guru dituntut untuk mampu menerapkan strategi-strategi pembelajaran seni yang tepat, disamping itu guru juga dituntut untuk dapat menciptakan karya seni salah satunya adalah karya  tari .


B. Karakteristik  Tari Pada AUD

Karakteristik tari anak-anak pada umumnya dengan melakukan dan menirukan. Apabila ditunjukkan kepada anak didik suatu tarian yang dapat diamati, maka ia akan mulai membuat tiruan terhadap tarian itu sampai pada tingkat otot-atotnya dan dtuntut oleh dorongan kata hati menirukannya. Karakteristik gerak tari anak dapat dilihat dari perkembangannya. Menurut Kamtini, perkembangan anak umumnya dapat melakukan kegiatan bergerak sebagai berikut:[3]

1.     Menirukan. Anak-anak dalam bermain senang menirukan sesuatu yang dilihatnya.
2.     Manipulasi. Dalam hal ini anak-anak secara spontan menampilkan gerak-gerak dari obyek yang diamatinya. Tetapi dari pengamatan obyek tersebut anak menampilkan gerak yang disukainya.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa karakteristik gerak fisik anak adalah:
1.     Bersifat sederhana
2.     Biasanya bersifat maknawi dan bertema, artinya tiap gerakan mengandung tema tertentu
3.    Gerak anak menirukan gerak keseharian orang tua dan juga orang-orang yang ada disekitarnya
4.     Anak juga menirukan gerak-gerak binatang

Sedang menurut Dewi Melina Surya,  ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat memberikan tari yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini, antara lain: [4]
1.    Tema, bahwa pada umumnya anak-anak selalu menyenangi apa yang pernah dia lihat. Anak akan menirukan gerak-gerak yang sesuai dengan apa yang pernah dilihatnya. Tema-tema yang pada umumnya disenangi oleh anak-anak usia dini diantaranya adalah tingkah laku binatang seperti: kucing, anjing, burung, kupu-kupu, bebek dan lain-lain. Anak juga menirukan tingkah laku manusia seperti: ayah, ibu, dokter, insinyur dan lain-lain.
2.    Bentuk gerak, bentuk gerak yang sesuai dengan karakteristik tari anak-anak, pada umumnya gerak-gerak yang dilakukannya tidaklah terlalu sulit dan sangat sederhana sekali. Pada dasarnya imajinasi anak usia dini tinggi dan mempunyai daya kreativitas yang tinggi pula, bentuk-bentuk gerak yang lincah, cepat dan seakan menggambarkan kegembiraan.
3.     Bentuk iringan, anak menyenangi musik iringan yang menggambarkan kesenangan dan kegembiraan. Terutama lagu-lagu anak yang mudah diingat, misalnya: lagu kelinciku, kebunku, kupu-kupuku dan lain-lain.

Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik tari adalah bersifat sederhana, bersifat maknawi dan bertema,  menirukan gerakan orang sekitar, menirukan gerakan binatang, dengan iringan musik yang menyenangkan atau kegembiraan bagi anak-anak usia dini.           

C. Penciptaan Tari pada AUD

Penciptaan tari untuk anak AUD, guru harus lebih mementingkan proses, daripada hasil. Oleh karena itu, guru diharapkan melibatkan anak secara aktif pada setiap langkah. Tujuan kegiatan ini untuk sarana pengembangan potensi dasar anak, dari aspek fisik, bahasa, kognitif, sosial emosional, seni, dan pengembangan moral dan nilai-nilai agama dalam diri anak.

Widia Pekerti mengemukan langkah-langkah dalam penciptaan tari  dibagi : tahap menemukan gagasan, mendalami gagasan, mewujudkan gagasan dan komunikasi karya pada orang lain dalam kegiatan pementasan tari. [5]

1. Penemuan gagasan adalah tahap menemukan gagasan tema dan gagasan bentuk tari, yang diawali dengan  kegiatan memberikan rangsangan kepada pancaindra, caranya:
a.    Mengamati benda, alam semesta, kegiatan, peristiwa dan sebagainya, atau mendengarkan suara manusia, suara alam, suara binatang, suara alat musik, suara benda, dan sebagainya, atau meraba suatu benda untuk merasakan halus dan kasar, atau merasakan suatu gejala alam, sosial, seni, budaya dan sebagainya.
b.    Merenungkan, menelaah, mencari jawaban dan bertanya kepada orang dianggap tahu tentang sesuatu yang menarik perhatiannya, hasil dari kegiatan melihat, mendengar merasakan yang telah dilakukan. Pada tahap ini biasanya penata tari dan koreografer mulai menemukan gagasan tari, terutama dalam hal tema dan bentuk tari.
c.    Terjun langsung ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan gagasan tari.
d.    Studi pustaka (menelaah buku-buku), berkaitan dengan gagasan tari.

2. Pendalaman gagasan adalah tahap untuk lebih memahami tema tari dan bentuk tari yang akan dibuat, caranya:
a.    Eksplorasi, yaitu pengalaman melakukan penjajakan gerak, untuk menghasilkan ragam gerak. Pada kegiatan ini berupa berimajinasi, melakukan interpretasi terhadap apa yang telah dilihat, didengar atau dirabanya. Ia bergerak bebas mengikuti kata hatinya, mengikuti imajinasi dan interpretasinya.
b.    Improvisasi, yaitu pengalaman secara spontanitas mencoba-coba atau mencari-cari kemungkinan ragam gerak yang telah diperoleh pada waktu eksplorasi. Dari setiap ragam gerak yang dihasilkan tempo dan ritmenya, sehingga menghasilkan  ragam gerak yang sangat banyak. Contoh kegiatan:
Gerak melompat menirukan katak
Gerak 1 = melompat dengan cara jongkok dengan tempo cepat dan ritme cepat mengikuti musik, arah lurus ke depan.
Gerak 2 = melompat dengan cara jongkok dengan tempo sedang dan ritme sedang, mengikuti musik dan dengan membuat lingkaran.
Gerak 3 = melompat mundur 3 kali, dengan cara jongkok dengan tempo sedang dan ritme sedang, kedua tangan disamping telinga, telapak tangan menghadap ke depan, sepuluh jari dibuka.
Gerak 4 = melompat ke depan 3 kali, dengan cara berdiri badan membungkuk, tempo sedang.
Gerak 5 = melompat ke samping kanan 3 kali, dengan cara berdiri badan membungkuk, tempo sedang, dan seterusnya.
Hasil improvisasi dapat anda ketahui bahwa, 1 ragam gerak melompat menirukan katak, dapat menjadi 5 ragam gerak. Apabila anda mampu  mengembangkan, kemungkinan hasilnya bukan hanya 5 ragam gerak, mungkin dapat menjadi 10 atau bahkan 20 ragam gerak.
Hal penting yang harus diingat oleh penata tari dan koreografer, pada waktu melaksanakan kegiatan ini adalah harus dilakukan secara rileks, terus bergerak tanpa dibebani oleh perasaan takut salah, takut tidak sesuai dengan gagasan dan sebagainya.
c.    Evaluasi adalah pengalaman untuk menilai dan menyeleksi  ragam gerak yang telah dihasilkan dalam tahap improvisasi. Dalam kegiatan ini penata tari dan koreografer mulai menyeleksi, dengan cara membuang ragam gerak yang tidak sesuai dan memilih ragam gerak yang sesuai dengan gagasannya. Hasil seleksi inilah yang akan digarap ole penata tari dan koreografer pada tahap komposisi tari.
Contoh kegiatannya:
5 ragam gerak melompat menirukan katak dicermati kembali. Gerak yang cocok dengan tema dan bentuk  tari yang akan diinginkan dipilih, sedangkan gerak yang tidak cocok dibuang. Dari 5 ragam gerak hasil improvisasi, kemungkinan hanya gerak nomor 1 atau 2 atau 5 saja yang dipilih. Bahkan, tidak menutup kemungkinan apabila lima macam gerak  itu semuanya tidak dipakai. Jika demikian yang terjadi, maka kewajiban penata tari dan koreografer adalah harus melakukan improvisasi gerak melompat menirukan katak kembali, sampai menemukan gerak seperti yang diinginkan.

3  3. Perwujudan gagasan/komposisi tari adalah tahap membuat susunan ragam gerak, desain lantai, dramatik sesuai dengan tema tari dan bentuk tari yang diinginkan Pementasan Tari. Kegiatan mempertunjukkan karya tari di depan penonton. Rangkaian kegiatan pementasan tari adalah latihan, pementasan dan pembahasan/evaluasi tari. Masing-masing kegiatan memliki fungsi sendiri-sendiri. Latihan berfungsi untuk persiapan pementasan. Bentuk kegiatannya adalah penata tari dan koreografer melatih penari, untuk latihan gerak bersama musiknya. Pergelaran berfungsi untuk komunikasi gagasan penata tari dan koreografer kepada penonton.

D. Pementasan Tari pada AUD

Rangkaian kegiatan pementasan tari adalah latihan, pagelaran dan pembahasan/evaluasi tari, masing-masing kegiatan memiliki fungsi sendiri-sendiri. Latihan berfungsi untuk persiapan pementasan. Bentuk kegiatannya adalah penata tari dan koreografer melatih penari, untuk latihan gerak bersama musiknya. Pergelaran berfungsi untuk komunikasi gagasan penata tari dan koreografer kepada penonton. Sedangkan pembahasan/evaluasi tari berfungsi untuk umpan balik demi kesempurnaan tari berikutnya.[6]

  1. Latihan
Bagi guru latihan tari merupakan sarana untuk melatih berbagai  keterempilan dan sikap anak. Melalui kegiatan latihan guru melatih keterampilan anak bergerak, melatih kepekaan ritme dan tempo/musik kepada anak, melatih kemampuan menghayati dan mengungkapkan peran yang sedang ditarikan. Berbagai sikap anak juga dapat ditumbuh kembangkan melalui kegiatan latihan ini, diantaranya; sikap mau dan dapat bekerja sama dengan orang lain, sikap berani berkomunikasi dengan orang lain dan sikap mau berusaha. Jenis kegiatan yang dilakukan pada latihan ini adalah :

a.    Latihan gerak
b.    Latihan penguasaan tempat menari, dengan cara melatih anak-anak menempati posisinya masing-masing dan melatih perubahan posisi dan perubahan formasi.
c.    Latihan menyelaraskan gerak denagn musik
d.    Latihan menghayati peran sesuai tema tari
Bentuk kegiatan menghayati peran dan tema tari, sebagai berikut
1)    Guru bertanya kepada anak tentang peran dan tema tari, biarkan anak memberikan jawaban berdasarkan apa yang mereka ketahui, berdasarkan imajinasi dan interpretasinya.
2)    Guru menjelaskan dan memberi contoh ekspresi wajah dan gerak tubuh kemudian mengarahkan dan membimbing anak untuk melakukan.

Hal penting yang perlu diperhatikan guru TK dalam kegiatan ini adalah guru memberikan bimbingan dengan perasaan cinta kasih kepada anak-anak, memberikan kebebasan kepada anak menerjemahkan hal-hal yang disampaikan oleh guru. Larangan-larangan yang terlalu sering dilakukan oleh guru dapat mengakibatkan anak patah semangat.

  1. Pementasan Tari

Rangkaian kegiatan setelah latihan adalah pementasan tari. Kegiatan ini merupakan puncak dari keseluruhan proses penciptaan tari. Pementasan tari sebagai media untuk menunjukkan hasil karya anak dan guru kepada orang lain. Berbagai sikap anak dapat tumbuh dan berkembang dari kegiatan ini, diantaranya; memupuk sikap percaya diri bagi anak, memupuk sikap berani tampil di depan orang banyak, memupuk sikap berani mengekspresikan diri. Jenis kegiatan pementasan tari adalah anak-anak (penari) menari didepan penonton, mengenakan tata rias dan busana yang cocok dengan peran atau tema tarinya. Apabila memungkinkan, pementasan tari dilengkapi dengan tata lampu, tata panggung dan tata surya yang sesuai.

Satu hari sebelum pementasan tari, dilakukan latihan bersama yang pelaksanaannya sama dengan urutan acara dihari pementasan. Latihan ini disebut dengan gladi bersih (general repetition). Tujuan gladi bersih bagi anak-anak adalah untuk :

a.    Mengenalkan anak-anak kepada tempat pentas sehingga mereka tahu posisi ketika menari
b.    Mengenalkan anak kepada urutan acara, sehingga mereka mempunyai gambaran urutan saat menari.

Tujuan gladi bersih, bagi panitia pementasan tari adalah intuk
a.    Mengontrol lamanya waktu pementasan
b.    Menyusun dinamika acara agar menarik dan tidak membosankan
c.    Mengkontrol hambatan dan kesulitan teknis dan secepatnya diatasi, sehingga saat pementasan dapat berjalan lancar tanpa hambatan

Ada 2 aspek penting yang mendukung keberhasilan pementasan tari, yaitu mutu pementasan tari dan pengelolaan pementasan tari yang baik. ukuran keberhasilan mutu pementasan tari anak-anak TK, apabila anak-anak mampu mengungkapkan gagasan, perasaan, pengalamannya melaui tari diatas pentas, bukan terletak pada mahal atau lengkapnya busana  tari yang dipakai, atau karena mewahnya panggung tempat pementasan.

Sedangkan keberhasilan pengelolaan pementasan tari, dapat diukur dari kelancaran, keteraturan dan ketertiban acara selama pementasan berlangsung. Untuk tujuan tersebut memerlukan kepanitiaan. Kepanitiaan sangat bergantung pada kegunaan dan taraf pementasan. Untuk pementasa kecil, dapat dibuat sederhana hanya melibatkan beberapa orang saja, misalnya: seksi latihan, penata rias dan busana, penata pentas, pembawa acara, dokumentasi, dan konsumsi, atau dapat disederhanakan lagi sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi. Untuk pementasan besar diperlukan kepanitiaan yang lengkap, terdiri dari:
Pengurus harian :        ketua pelaksanaan pentas harian, Sekretaris, dan Bendahara. Seksi bidang artistik :            penata pentas/ panggung, Penata rias/busana, Penata lampu, Penata suara, Koordinator latihan, dan Koordinator acara/pembawa acara. Seksi bidang non-artistik : konsumsi, perlengkapan, publikasi, dokumentasi, kebersihan tempat pementasan, kesehatan dan keamanan.

  1. Pembahasan/Evaluasi Tari

Pembahasan/evaluai tari merupakan rangkaian kegiatan akhir pementasan tari, bentuk kegiatannya adalah pembahasan tentang kekurangan dan kelebihan mutu pementasan tari dan mutu pengelolaan pementasan tari. Kegiatan pembahasan/evaluasi ini berfungsi untuk umpan balik demi kesempurnaan pementasan tari berikutnya. Bagi anak-anak kegiatan ini bermanfaat untuk melatih kemampuannya melihat, merasakan, dan menanggapi terhadap hal-hal yang baru saja mereka lihat dan dengar dari atas pentas, pada akhirnya anak dapat menghargai tari dan dapat memberikan penilaian kepada pementasan tari. Bagi anak kegiatan ini juga bermanfaat memupuk sikap berani mengemukakan pendapat kepada orang lain.

Contoh bentuk kegiatannya adalah guru bertanya kepada anak mengenai hal-hal yang baru saja mereka lihat dan dengar dari atas pentas, guru minta pendapat anak tentang mana tarian yang menarik baginya, dan guru menanyakan kepada anak, mengapa menurut pendapatnya tarian itu menari, dan seterusnya.


E. Kesimpulan

Karakteristik tari pada AUD adalah bersifat sederhana, bersifat maknawi dan bertema,  menirukan gerakan orang sekitar, menirukan gerakan binatang, dengan iringan musik yang menyenangkan atau kegembiraan bagi anak-anak usia dini.

Langkah-langkah dalam penciptaan tari  pada AUD dibagi : tahap menemukan gagasan, mendalami gagasan, mewujudkan gagasan dan komunikasi karya pada orang lain. Penemuan gagasan adalah tahap menemukan gagasan tema dan gagasan bentuk tari, yang diawali dengan  kegiatan memberikan rangsangan kepada pancaindra. Pendalaman gagasan adalah tahap untuk lebih memahami tema tari dan bentuk tari yang akan dibuat. Perwujudan gagasan/komposisi tari adalah tahap membuat susunan ragam gerak, desain lantai, dramatik sesuai dengan tema tari dan bentuk tari yang diinginkan Pementasan Tari.

Pementasan tari pada AUD adalah latihan, pagelaran dan pembahasan/evaluasi tari, masing-masing kegiatan memiliki fungsi sendiri-sendiri. Latihan berfungsi untuk persiapan pementasan. Bentuk kegiatannya adalah penata tari dan koreografer melatih penari, untuk latihan gerak bersama musiknya. Pergelaran berfungsi untuk komunikasi gagasan penata tari dan koreografer kepada penonton. Sedangkan pembahasan/evaluasi tari berfungsi untuk umpan balik demi kesempurnaan tari berikutnya

F. Saran

Disarankan kemampuan guru dalam mengembangkan kreativitas anak melalui pemantapan keterampilan dalam berkarya seni dan wawasan guru terhadap materi, tujuan dan hakekat pendidikan seni. Serta sarana prasarana penunjang pendidikan seni tari yang ada di sekolah untuk ditingkatkan, supaya pembelajaran seni untuk anak usia dini tidak berjalan sendiri-sendiri, dan ada kesinambungan serta keterkaitan antara seni yang satu dengan seni yang lain.

Disarankan guru dalam menciptakan karya tari pada AUD agar membuat anak senang/gembira, gerakan  dibuat sederhana, gerakan yang mudah, disertai iringan musik yang menyenangkan dan menggambarkan. Diharapkan anak bisa menari tanpa rasa takut, tapi justru anak menyukainya.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi Melina Surya. Tari Kreatif Sebagai Media Pendidikan Anak Usia Dini. Prosiding Pendidikan Seni dan Aplikasi Pembelajaran Berbasis Kreativitas dalam Pengembangan Karakter Anak Usia Dini. Bandung : Bintang Warli Atika, 2015

Kamtini. Bermain Melalui Gerak dan Lagu. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.2005

Sri Setyowati. Pendidikan Seni Tari dan Koreografi untuk anak TK. Surabaya: Unesa University Press, 2007

Nursito, Kiat Menggali Kreativitas. Jakarta: Mitra Gama Widya, 2000
Widia Pekerti dkk. Metode Pengembangan Seni. Tanggerang Selatan: Universitas Terbuka. 2014



[1] Setyowati, Sri. Pendidikan Seni Tari dan Koreografi untuk anak TK.( Surabaya: Unesa University Press, 2007). h. 11
[2] Nursito, Kiat Menggali Kreativitas. (Jakarta: Mitra Gama Widya, 2000).h. 11


[3] Kamtini. Bermain Melalui Gerak dan Lagu. (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.2005), h. 80
[4] Dewi Melina Surya. Tari Kreatif Sebagai Media Pendidikan Anak Usia Dini. Prosiding Pendidikan Seni dan Aplikasi Pembelajaran Berbasis Kreativitas dalam Pengembangan Karakter Anak Usia Dini. (Bandung : Bintang Warli Atika, 2015), h. 32
[5] Widia Pekerti dkk. Metode Pengembangan Seni .(Tanggerang Selatan: Universitas Terbuka. 2014). 7.11
[6] Widia Pekerti dkk. Metode … h 7.24