Penuis:
Azizah F, Arbayanti, Harisa Usmani, Nur Aeni, Rusminiati
A. Pendahuluan
Al-Qur’an
adalah kalam (perkataan) Allah SWT. yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw.
melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’ān sebagai kitab
Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran
Islam serta berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.[1]
Al-Qur’an
diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan
jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan
kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu,
kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang. Sebagian
besar Al-Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan
para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah,
bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan
penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada
Rasulullah untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’ān turun
untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti
itulah yang dinamakan Asbabun Nuzul.[2] Asbabun
Nuzul, yakni sesuatu yang disebabkan olehnya diturunkan suatu ayat atau
beberapa ayat yang mengandung peristiwa, atau menerangkan hukumnya pada saat
terjadinya peristiwa itu.
Al Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan jarak antara
turunnya wahyu yang pertama dan terakhir kepadanya
berisar antara 23 tahun dan turunnya secara berangsur-angsur tidak sekaligus
sesuai denga kondisi dan kebutuhan yag mana pada setiap ayat memiliki sebab turuannya
ayat sendiri-sendiri walaupun di dalam Al-Qur’an tidak semua ayatnya terdapat
Asbabun Nuzul.[3]
B. Pengertian Asbabun Nuzul
Kata Asbabun Nuzul
merupakan suatu bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi.
Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu.
Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bias disebut Asbabun
Nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan Asbabun Nuzul khusus dipergunakan
untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al wurud yang secara khusus
digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadits.[4]
Asbabun Nuzul secara bahasa berarti sebab turunnya
ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan dalam dua masa : sebelum hijrah Nabi
Saw. Dan sesudahnya. Masa pertama ketika Rasul tinggal di Mekah, selama 12
tahun 5 bulan 12 hari, terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari
kelahirannya sampai awal Rabiul Awal tahun ke-41 sejak kelahirannya. Masa yang
kedua ayat-ayat yang turunnya sesudah Nabi Saw. hijrah ke- Madinah, sekalipun
tidak persis turun di Madinah.[5]
Asbabun Nuzul ( sebab-sebab turunnya (suatu ayat)) adalah
ilmu Al-Qur’an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu
atau beberapa ayat Al-Qur’an diturunkan. Pada umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan
para Mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah
diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada juga yang memahami ilmu ini untuk
menetapkan hukum dari hikmah di balik kisah diturunkannya suatu ayat.[6]
Menurut T.M. Hasbi Al- Shidiqi memaknai kata Asbabun Nuzul sebagai kejadian yang karenanya al- Qur’an
diturunkan untuk menerangkan hukum dihari timbulnya kejadian dan suasana itu
serta membicarakan sebab baik diturunkan
langsung sesudah sebab itu terjadi atau pun kemudian karena suatu hikmah.[7]
Asbabun Nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang
adanya "sebab-sebab turun"-nya wahyu tertentu dari Al-Qur’an kepada
Nabi Saw, baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat atau satu surat. Konsep
ini muncul karena dalam kenyataan, seperti diungkapkan para ahli biografi Nabi,
sejarah Al-Qur’an maupun sejarah Islam, diketahui dengan cukup pasti adanya
situasi atau konteks tertentu diwahyukan suatu firman. Beberapa di antaranya bahkan dapat langsung disimpulkan
dari lafal teks firman bersangkutan. Seperti, misalnya, lafal permulaan ayat
pertama surat al-Anfal menunjukan dengan jelas bahwa firman itu diturunkan
kepada Nabi untuk memberi petunjuk kepada beliau mengenai perkara yang
ditanyakan orang tentang bagaimana membagi harta rampasan perang. Atau seperti
surat al-Masad (Tabbat), adalah jelas turun dalam kaitannya dengan
pengalaman Nabi yang menyangkut seorang tokoh kafir Quraisy, paman nabi sendiri, yang bernama atau dipanggil Abu Lahab, beserta
istrinya. Demikian juga, dari lafal dan konteksnya masing-masing dapat diketahui
dengan jelas sebab-sebab turunnya surat Abasa al-Tahim, ayat tentang perubahan
bentuk rembulan (al-ahillah) dalam surat al-Baqarah:189, dan lain
sebagainya. [8]
Dari beberapa pengertian Asbabun
Nuzul di atas dapat dipahami bahwa latar belakang turunnya ayat
atau pun beberapa ayat Al-Qur’an dikarenakan adanya suatu peristiwa tertentu
dan pertanyaan yang diajukan kepada Nabi SAW.
C. Urgensi Dari Asbabun Nuzul
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani
mengemukakan urgensi Asbabun Nuzul dalam memahami Al-Qur’an, sebagai
berikut :[9]
1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi
ketidakpastian dalam menangkap
pesan ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2] ayat 115 dinyatakan bahwa Timur dan
Barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir ayat
diatas, seseorang boleh menghadap kea rah mana saja sesuai dengan kehendak
hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap kiblat ketika
shalat. Akan tetapi setelah melihat Asbabun Nuzul-Nya, tahapan bahwa seorang
yang sedang berada dalam perjalanan dan melakukan shalat di atas kendaraan,
atau berkaitan dengan orang yang berjihad dalam menentukan arah kiblat.”
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung
pengertian umum. Menurut Asy-Syafi’i, pesan ayat ini tidak bersifat umum
(hasr). untuk memahami adanya keraguan dalam memahami suatu surat, Asy-Syafi’i
menggunakan Asbabun Nuzul.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an,
bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang
bersifat khusus ( khusus ash-shabab) dan bukan lafadz yang bersifat umum (umum
al-lafadz).
4. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an
turun. Umpamanya, ‘Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan Marwan menunjuk Abd
Ar-rahman Ibn abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan turunnya ayat:
“Dan orang yang mengatakan kepada orang tuanya “Cis kamu
berdua...”(Q.Sal-ahqaf:17).
5. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta
untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan
sebab-akibat(musabbab), hukum, peristiwa, dan pelaku, masa, dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa
mengikat hati.
D. Pengelompokkan
Ayat-ayat Al-Qur’an dari Segi Asbabun Nuzul
Paling sedikit ada tiga kemungkinan mengapa tidak seluruh
ayat Al-Qur’an dapat diketahui sebab-sebab yang melatarbelakangi penurunannya.
Masing-masing kemungkinan itu terkait erat antara satu dengan yang lain.
Kemungkinan pertama tidak semua hal yang bertalian dengan proses turun Al-Qur’an
ter-cover oleh para sahabat yang langsung menyaksikan proses penurunan
wahyu Al-Qur’an. Kedua, penyaksian para sahabat terhadap hal-hal yang
berkenaan dengan proses penurunan wahyu Al-Qur’an tidak semuanya dicatat.
Kalaupun kemudian dicatat, pencatatan itu sendiri dapat dikatakan sudah
terlambat. Sehingga, kalaupun semua proses penurunan Al-Qur’an itu secara
keseluruhan terekam oleh para sahabat, tentu ada yang hilang dari ingatan
mereka mengingat keterlambatan pencatatan itu tadi. Ketiga, terbuka
lebar kemungkinan ada sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang penurunannya memang
tetap dipandang tepat dengan atau tanpa dikaitkan langsung dengan suatu
peristiwa/untuk mengenali sebab nuzul ayat, selain bisa ditelusuri melalui
sejumlah kitab tafsir, atau dengan pertanyaan yang mendahuluinya.[10]
E. Beberapa Riwayat Mengenai Sebab
Turunya Ayat Al-Qur’an
Banyak riwayat mengenai sebab
turunya suatu ayat. Dalam keadaan demikian sikap seorang musafir kepadanya
sebagai berikut :[11]
1. Apabila
bentuk redaksi tidak tegas, seperti : “ayat ini turun mengenai urusan ini”,
atau “aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”, maka dalam hal ini tidak
ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu, sebab maksud riwayat–riwayat
tersebut adalahpenafsiran dan
penjelasan bahwa hal itu termasuk kedalam makna ayat yang disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali
bila ada qorinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya adalah penjelasan sebab nuzul.
2. Apabila
salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “ayat ini turun
mengenai urusan ini”, sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul dengan
tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul
secara tegas, dan riwayat yang lain dipandang termasuk didalam hukum ayat.
3. Apabila
riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang salah satu
riwayat diantaranya itu shahih, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang shahih.
4. Apabila
riwayat-riwayat itu sama namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti
kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat itu
lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan.
5. Apabila
riwayat-riwayat riwayat tersebutn sama kuat, mak riwayat-riwayat itu dipadukan
atau dikompromikan bila mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat tersebut turun
sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktui diantara
sebab-sebab itu berdekatan.
6. Bila
riwayat-rawayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara
sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal yang demikian, dipandang sebagai
banyak berulangnya nuzul.
F. Macam- Macam Penyebab Turun Ayat Al Qur’an
Manna Khalil
al-Qattan merinci macam-macan
penyebab ayat Al-Qur’an turun adalah sebagai berikut: [12]
1. Banyaknya nuzul dengan satu sebab
Terkadang banyak ayat turun,
sedangkan sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup
penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surat berkenaan
dengan satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang di riwayatkan oleh Said bin
Mansur, ‘Abdurrazaq, Tirmidzi, Ibn jarir, Ibnul Munzir, Ibn Abi Hatim, tabrani,
dan Hakim yang mengatakan shahih, dari Ummu salamah, ia berkata : “Rasullullah,
aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah.
Maka Allah menurunkan : maka tuhan mereka memperkenankan permohonanya (dengan
firman) : “sesungguhny aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan : (karena) sebagian
kamu adalah turunan dari sebagian yang lain...(Ali
‘Imran [3]:195).
Diriwayatkan pula oleh Ahmad,
Nasa’i, Ibn Jarir, Ibnul Munzir, Tabarani, dan Ibn Mardawih dari Ummu Salamah
yang mengatakan ; “Aku telah bertanya : Rasulullah, mengapa kami tidak
disebutkan dalam Al-Qur’an seperti kaum laki-laki ? maka suatu harti aku
dikejutkan oleh suara Rasulullah diatasa mimbar. Ia membacakan : Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan Muslim.. sampai akhir ayat 35 Surat al-Ahzab [33].”
Diriwayatkan pula oleh Hakim
dari Ummu Salamah yang mengatakan : “kaum laki-laki berperang sedang kaum
perempuan tidak. Disamping itu kami hhanya memperoleh warisan setengah bagian?
Maka Allah menurunkan ayat : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan terhadap apa yang dikaruniakan sebagian dari kamu lebih banyak
dari sebagian yang usahakan, dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang
mereka usahan pula.. (an-Nisa’ [4]:32) dan ayat : sesungguhnya laki-laki dan
perempuan yang muslim..” ketiga ayat tersebut turun ketika satu sebab.
2. Penurunan ayat lebih dahulu daripada sebab
Az-Zarkasyi dalam membahas fi
ulumil qur’an karya Manna’ Khalil Al Qattanmengemukakan satu macam
pembahasan yang berhubungan dengan sebab nuzul yang dinamakan “penurunan ayat
lebih dahulu daripada hukum (maksud)nya.” Contoh yang diberikan dalam hal ini
tidaklah menunjukkan bahwa ayat itu turun mengenai hukum tertentu, kemudian
pengalamanya datang sesudahnya. Tetapi hal tersebut menunjukan bahwa ayat itu
diturunkan dengan lafadz mujmal (global), yang mengandung arti lebih dari satu,
kemudian penafsiranya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut,
sehingga ayat tadi mengacu pada hukum yang datang kemudian.
Misalnya firman Allah :
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)
[87]:14). Ayat tertsebutdijadikan dalil untuk
zakat fitrah. Diriwayatkan oleh baihaqi dengan disanadkan kepada Ibn Umar,
bahwa ayat itu turun berkenaan dengan zakat Ramadhon ( Zakat Fitrah), kemudian
dengan isnad yang marfu’ Baihaqi meriwayatkan pula keterangan yang sama.
Sebagian dari mereka barkata : aku tidak mengerti maksud pentakwilan yang
seperti ini, sebab surah itu Makki, sedang di Makkah belum ada Idul fitri dan
zakat.”
Didalam ayat tersebut, Bagawi
menjawab bahwa nuzul itu boleh saja mendahului hukumnya, seperti firman Allah :
aku benar-benar bersumpah dengan kota ini, dan kaum (Muhammad) bertempat di
kota ini (al-Balad [90]:1-2). Surah ini Makki, dan bertempatnya di Makkah,
sehingga Rasulullah berkata : “Aku menempati pada siang hari).”
3. Beberapa ayat turun mengenai satu orang
Terkadang seorang sahabat
mengalami peristiwa lebih datri satu kali, dan Al-Qur’an pun turun mengenai
setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai setiap
peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai nya sesuai dengan
banyaknya peristiwa yang terjadi. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari
tentang berbakti kepada kedua orang tua. Dari sa’d bin Abi Waqqas yang
mengatakan : “ada empat ayat Al-Qur’an turun berkenaan denganku.
Pertama, ketika ibuku bersumpah
bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad, lalu
Allah menurunkan : dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamumengikutio keduanya dan
pergauilah keduanya didunia dengan baik (luqman[31]:15).
Kedua ketika aku mengambil
sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada Rasulullah :
“Rasulullah, berikanlah kepadaku pedang ini”. Maka turunlah : mereka bertanya kepadamu
tenytang pembagiuan harta rampasan perang (al-anfal [8]:1).
Ketiga, ketika aku sedang sakit
Rasulullah datang mengunjungilku kemudian aku bertanya kepadanya : “Rasulullah,
aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan separuhnya?” rasulullah
diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu dibolehkan.
Keempat, ketika aku sedang
minum minuman keras (khamr) bersama kaum Ansor, seorang dari mereka memukul
hidungku dengan tulang rahang unta. Lalu aku datang kepada Rasulullah, maka
Allah ‘Azza Wajalla menurunkan larangan minum khamr.”
G. Kesimpulan
Sejak zaman sahabat pengetahuan
tentang Asbabun Nuzul dipandang sangat penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an
yang benar. Karena itu mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka
bertanya kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab turunnya ayat atau kepada sahabat
lain yang menjadi saksi sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian
pula para tabi’in yang datang kemudian, ketika mereka harus menafsirkan
ayat-ayat hukum, mereka memerlukan pengetahuan Asbabun Nuzul agar tidak salah
dalam mengambil kesimpulan.
Asbabun Nuzul ( sebab-sebab turunnya (suatu ayat)) adalah
ilmu Al-Qur’an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu
atau beberapa ayat Al-Qur’an diturunkan.
Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya
ayat-ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang
membutuhkan penjelasan atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Asbabun Nuzul sangat
membantu mufassir atau yang berkecimpung dalam Al-Qur’an untuk dapat
mempermudah dalam berbagai hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an. Namun
tidaklah setiap ayat Al-Qur’an ada Asbabun Nuzul dalam pengertian khas.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Abdullah al-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh
Alquran, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar dan A. Qurthubi, Bandung: Mizan,
1993
Hamzah,
Muchotob, Studi Al-Qur’an
Komprehensif, Yogyakarta: Gama Media, 2003
Hasbi Al-
Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang, 1990
Kafrawi
Ridwan (ed.) et. al., Ensiklopedi Islam,
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002
Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an,
terj. Mudzakir, Bogor: Liera AntarNusa, 2007
Masdar F
Mas’udi, “Konsep Asbab Al-Nuzul:
Relevansinya Bagi Pandangan Historisis Segi-Segi Tertentu Ajaran Keagamaan
dalam Budhi Munawwar Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah,
Jakarta: Yayasan Paramadina, 2007
Muhammad
Amin Suma, Ulumul Qur`an, Jakarta:
Rajawali Pers, 2013.
Muh.
Sayyid Thanthawi, dkk. Al-Qur’an dan
Lailatul Qadar, terj. Imron Rosadi, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008
Roshihan
Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung:
Pustaka Setia. 2008
[1] Kafrawi
Ridwan (ed.) et. al., Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002), hlm. 132.
[2] Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, terj. Mudzakir (Bogor: Liera AntarNusa,
2007), hlm. 106.
[3] Muh. Sayyid Thanthawi, dkk. Al-Qur’an dan Lailatul Qadar, terj.
Imron Rosadi (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2009). hlm. 38-39
[5] Abu Abdullah al-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh Alquran, terj.
Kamaluddin Marzuki Anwar dan A. Qurthubi, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 51.
[7] Hasbi Al- Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hlm. 69
[8] Masdar F Mas’udi, “Konsep Asbab Al-Nuzul:
Relevansinya Bagi Pandangan Historisis Segi-Segi Tertentu Ajaran Keagamaan
dalam Budhi Munawwar Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta:
Yayasan Paramadina, 2007), hlm.n 65
[11] Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, terj. Mudzakir (Bogor: Liera
AntarNusa, 2007), hlm. 121-130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar