Selasa, 24 Oktober 2017

SEBAB TURUNNYA AL-QUR’AN (Asbabun Nuzul)

Penuis: Azizah F, Arbayanti, Harisa Usmani, Nur Aeni, Rusminiati


A.  Pendahuluan

Al-Qur’an adalah kalam (perkataan) Allah SWT. yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’ān sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam serta berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.[1]

Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang. Sebagian besar Al-Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya  kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’ān turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan Asbabun Nuzul.[2] Asbabun Nuzul, yakni sesuatu yang disebabkan olehnya diturunkan suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung peristiwa, atau menerangkan hukumnya pada saat terjadinya peristiwa itu.

Al Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan jarak antara turunnya wahyu yang pertama dan terakhir kepadanya berisar antara 23 tahun dan turunnya secara berangsur-angsur tidak sekaligus sesuai denga kondisi dan kebutuhan yag mana pada setiap ayat memiliki sebab turuannya ayat sendiri-sendiri walaupun di dalam Al-Qur’an tidak semua ayatnya terdapat Asbabun Nuzul.[3]

B Pengertian Asbabun Nuzul

Kata Asbabun Nuzul merupakan suatu bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi. Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bias disebut Asbabun Nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan Asbabun Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadits.[4]

Asbabun Nuzul secara bahasa berarti sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan dalam dua masa : sebelum hijrah Nabi Saw. Dan sesudahnya. Masa pertama ketika Rasul tinggal di Mekah, selama 12 tahun 5 bulan 12 hari, terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahirannya sampai awal Rabiul Awal tahun ke-41 sejak kelahirannya. Masa yang kedua ayat-ayat yang turunnya sesudah Nabi Saw. hijrah ke- Madinah, sekalipun tidak persis turun di Madinah.[5]

Asbabun Nuzul ( sebab-sebab turunnya (suatu ayat)) adalah ilmu Al-Qur’an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat Al-Qur’an diturunkan. Pada umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan para Mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada juga yang memahami ilmu ini untuk menetapkan hukum dari hikmah di balik kisah diturunkannya suatu ayat.[6] Menurut T.M. Hasbi Al- Shidiqi memaknai kata Asbabun Nuzul sebagai kejadian yang karenanya al- Qur’an diturunkan untuk menerangkan hukum dihari timbulnya kejadian dan suasana itu serta  membicarakan sebab baik diturunkan langsung sesudah sebab itu terjadi atau pun kemudian karena suatu hikmah.[7] 

Asbabun Nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang adanya "sebab-sebab turun"-nya wahyu tertentu dari Al-Qur’an kepada Nabi Saw, baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat atau satu surat. Konsep ini muncul karena dalam kenyataan, seperti diungkapkan para ahli biografi Nabi, sejarah Al-Qur’an maupun sejarah Islam, diketahui dengan cukup pasti adanya situasi atau konteks tertentu diwahyukan suatu firman. Beberapa di  antaranya bahkan dapat langsung disimpulkan dari lafal teks firman bersangkutan. Seperti, misalnya, lafal permulaan ayat pertama surat al-Anfal menunjukan dengan jelas bahwa firman itu diturunkan kepada Nabi untuk memberi petunjuk kepada beliau mengenai perkara yang ditanyakan orang tentang bagaimana membagi harta rampasan perang. Atau seperti surat al-Masad (Tabbat), adalah jelas turun dalam kaitannya dengan pengalaman Nabi yang menyangkut seorang tokoh kafir Quraisy,  paman nabi sendiri,  yang bernama atau dipanggil Abu Lahab, beserta istrinya. Demikian juga, dari lafal dan konteksnya masing-masing dapat diketahui dengan jelas sebab-sebab turunnya surat Abasa al-Tahim, ayat tentang perubahan bentuk rembulan (al-ahillah) dalam surat al-Baqarah:189, dan lain sebagainya. [8]

Dari beberapa pengertian  Asbabun Nuzul di atas dapat dipahami bahwa latar belakang turunnya ayat atau pun beberapa ayat Al-Qur’an dikarenakan adanya suatu peristiwa tertentu dan pertanyaan yang diajukan kepada Nabi SAW.

C. Urgensi Dari Asbabun Nuzul

Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan urgensi Asbabun Nuzul dalam memahami Al-Qur’an, sebagai berikut :[9]

1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam  menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2] ayat 115 dinyatakan bahwa Timur dan Barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir ayat diatas, seseorang boleh menghadap kea rah mana saja sesuai dengan kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap kiblat ketika shalat. Akan tetapi setelah melihat Asbabun Nuzul-Nya, tahapan bahwa seorang yang sedang berada dalam perjalanan dan melakukan shalat di atas kendaraan, atau berkaitan dengan orang yang berjihad dalam menentukan arah kiblat.”

2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Menurut Asy-Syafi’i, pesan ayat ini tidak bersifat umum (hasr). untuk memahami adanya keraguan dalam memahami suatu surat, Asy-Syafi’i menggunakan Asbabun Nuzul.

3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus ( khusus ash-shabab) dan bukan lafadz yang bersifat umum (umum al-lafadz).

4. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun. Umpamanya, ‘Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan Marwan menunjuk Abd Ar-rahman Ibn abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan turunnya  ayat: “Dan orang yang mengatakan kepada orang tuanya “Cis kamu berdua...”(Q.Sal-ahqaf:17).

5. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab-akibat(musabbab), hukum, peristiwa, dan pelaku, masa, dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa mengikat hati.

D. Pengelompokkan Ayat-ayat Al-Qur’an dari Segi Asbabun Nuzul

Paling sedikit ada tiga kemungkinan mengapa tidak seluruh ayat Al-Qur’an dapat diketahui sebab-sebab yang melatarbelakangi penurunannya. Masing-masing kemungkinan itu terkait erat antara satu dengan yang lain. Kemungkinan pertama tidak semua hal yang bertalian dengan proses turun Al-Qur’an ter-cover oleh para sahabat yang langsung menyaksikan proses penurunan wahyu Al-Qur’an. Kedua, penyaksian para sahabat terhadap hal-hal yang berkenaan dengan proses penurunan wahyu Al-Qur’an tidak semuanya dicatat. Kalaupun kemudian dicatat, pencatatan itu sendiri dapat dikatakan sudah terlambat. Sehingga, kalaupun semua proses penurunan Al-Qur’an itu secara keseluruhan terekam oleh para sahabat, tentu ada yang hilang dari ingatan mereka mengingat keterlambatan pencatatan itu tadi. Ketiga, terbuka lebar kemungkinan ada sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang penurunannya memang tetap dipandang tepat dengan atau tanpa dikaitkan langsung dengan suatu peristiwa/untuk mengenali sebab nuzul ayat, selain bisa ditelusuri melalui sejumlah kitab tafsir, atau dengan pertanyaan yang mendahuluinya.[10]

E.  Beberapa Riwayat Mengenai Sebab Turunya Ayat Al-Qur’an

Banyak riwayat mengenai sebab turunya suatu ayat. Dalam keadaan demikian sikap seorang musafir kepadanya sebagai berikut :[11]

1. Apabila bentuk redaksi tidak tegas, seperti : “ayat ini turun mengenai urusan ini”, atau “aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”, maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu, sebab maksud riwayat–riwayat tersebut adalahpenafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk kedalam makna ayat yang disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali bila ada qorinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya adalah penjelasan sebab nuzul.
2. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “ayat ini turun mengenai urusan ini”, sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat yang lain dipandang termasuk didalam hukum  ayat.

3. Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang salah satu riwayat diantaranya itu shahih, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang shahih.

4. Apabila riwayat-riwayat itu sama namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan.

5. Apabila riwayat-riwayat riwayat tersebutn sama kuat, mak riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan bila mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktui diantara sebab-sebab itu berdekatan.

6. Bila riwayat-rawayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal yang demikian, dipandang sebagai banyak berulangnya nuzul.

F. Macam- Macam Penyebab Turun Ayat Al Qur’an

Manna Khalil al-Qattan merinci macam-macan penyebab ayat Al-Qur’an turun adalah sebagai berikut: [12]

1. Banyaknya nuzul dengan satu sebab
Terkadang banyak ayat turun, sedangkan sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surat berkenaan dengan satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang di riwayatkan oleh Said bin Mansur, ‘Abdurrazaq, Tirmidzi, Ibn jarir, Ibnul Munzir, Ibn Abi Hatim, tabrani, dan Hakim yang mengatakan shahih, dari Ummu salamah, ia berkata : “Rasullullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan : maka tuhan mereka memperkenankan permohonanya (dengan firman) : “sesungguhny aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan : (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain...(Ali ‘Imran [3]:195).

Diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa’i, Ibn Jarir, Ibnul Munzir, Tabarani, dan Ibn Mardawih dari Ummu Salamah yang mengatakan ; “Aku telah bertanya : Rasulullah, mengapa kami tidak disebutkan dalam Al-Qur’an seperti kaum laki-laki ? maka suatu harti aku dikejutkan oleh suara Rasulullah diatasa mimbar. Ia membacakan : Sesungguhnya laki-laki dan perempuan Muslim.. sampai akhir ayat 35 Surat al-Ahzab [33].”
Diriwayatkan pula oleh Hakim dari Ummu Salamah yang mengatakan : “kaum laki-laki berperang sedang kaum perempuan tidak. Disamping itu kami hhanya memperoleh warisan setengah bagian? Maka Allah menurunkan ayat : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan terhadap apa yang dikaruniakan sebagian dari kamu lebih banyak dari sebagian yang usahakan, dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka usahan pula.. (an-Nisa’ [4]:32) dan ayat : sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim..” ketiga ayat tersebut turun ketika satu sebab.

2. Penurunan ayat lebih dahulu daripada sebab
Az-Zarkasyi dalam membahas fi ulumil qur’an karya Manna’ Khalil Al Qattanmengemukakan satu macam pembahasan yang berhubungan dengan sebab nuzul yang dinamakan “penurunan ayat lebih dahulu daripada hukum (maksud)nya.” Contoh yang diberikan dalam hal ini tidaklah menunjukkan bahwa ayat itu turun mengenai hukum tertentu, kemudian pengalamanya datang sesudahnya. Tetapi hal tersebut menunjukan bahwa ayat itu diturunkan dengan lafadz mujmal (global), yang mengandung arti lebih dari satu, kemudian penafsiranya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut, sehingga ayat tadi mengacu pada hukum yang datang kemudian.

Misalnya firman Allah : Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) [87]:14). Ayat tertsebutdijadikan dalil untuk zakat fitrah. Diriwayatkan oleh baihaqi dengan disanadkan kepada Ibn Umar, bahwa ayat itu turun berkenaan dengan zakat Ramadhon ( Zakat Fitrah), kemudian dengan isnad yang marfu’ Baihaqi meriwayatkan pula keterangan yang sama. Sebagian dari mereka barkata : aku tidak mengerti maksud pentakwilan yang seperti ini, sebab surah itu Makki, sedang di Makkah belum ada Idul fitri dan zakat.”

Didalam ayat tersebut, Bagawi menjawab bahwa nuzul itu boleh saja mendahului hukumnya, seperti firman Allah : aku benar-benar bersumpah dengan kota ini, dan kaum (Muhammad) bertempat di kota ini (al-Balad [90]:1-2). Surah ini Makki, dan bertempatnya di Makkah, sehingga Rasulullah berkata : “Aku menempati pada siang hari).”

3. Beberapa ayat turun mengenai satu orang
Terkadang seorang sahabat mengalami peristiwa lebih datri satu kali, dan Al-Qur’an pun turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai nya sesuai dengan banyaknya peristiwa yang terjadi. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari tentang berbakti kepada kedua orang tua. Dari sa’d bin Abi Waqqas yang mengatakan : “ada empat ayat Al-Qur’an turun berkenaan denganku.

Pertama, ketika ibuku bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad, lalu Allah menurunkan : dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamumengikutio keduanya dan pergauilah keduanya didunia dengan baik (luqman[31]:15).

Kedua ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada Rasulullah : “Rasulullah, berikanlah kepadaku pedang ini”. Maka turunlah : mereka  bertanya kepadamu tenytang pembagiuan harta rampasan perang (al-anfal [8]:1).

Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah datang mengunjungilku kemudian aku bertanya kepadanya : “Rasulullah, aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan separuhnya?” rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu dibolehkan.

Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khamr) bersama kaum Ansor, seorang dari mereka memukul hidungku dengan tulang rahang unta. Lalu aku datang kepada Rasulullah, maka Allah ‘Azza Wajalla menurunkan larangan minum khamr.”


G. Kesimpulan

Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dipandang sangat penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an yang benar. Karena itu mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab turunnya ayat atau kepada sahabat lain yang menjadi saksi sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian pula para tabi’in yang datang kemudian, ketika mereka harus menafsirkan ayat-ayat hukum, mereka memerlukan pengetahuan Asbabun Nuzul agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan.
Asbabun Nuzul ( sebab-sebab turunnya (suatu ayat)) adalah ilmu Al-Qur’an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat Al-Qur’an diturunkan. Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Asbabun Nuzul sangat membantu mufassir atau yang berkecimpung dalam Al-Qur’an untuk dapat mempermudah dalam berbagai hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an. Namun tidaklah setiap ayat Al-Qur’an ada Asbabun Nuzul dalam pengertian khas.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdullah al-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh Alquran, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar dan A. Qurthubi, Bandung: Mizan, 1993

Hamzah, Muchotob,  Studi Al-Qur’an Komprehensif,  Yogyakarta: Gama Media, 2003

Hasbi Al- Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al- Qur’an dan Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang, 1990

Kafrawi Ridwan (ed.) et. al., Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002 

Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, terj. Mudzakir, Bogor: Li­era AntarNusa, 2007

Masdar F Mas’udi, “Konsep Asbab Al-Nuzul: Relevansinya Bagi Pandangan Historisis Segi-Segi Tertentu Ajaran Keagamaan dalam Budhi Munawwar Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Yayasan Paramadina, 2007

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur`an, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Muh. Sayyid Thanthawi, dkk. Al-Qur’an dan Lailatul Qadar, terj. Imron Rosadi, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008

Roshihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia. 2008




[1] Kafrawi Ridwan (ed.) et. al., Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 132.
[2] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, terj. Mudzakir (Bogor: Li­era AntarNusa, 2007), hlm. 106.
[3] Muh. Sayyid Thanthawi, dkk. Al-Qur’an dan Lailatul Qadar, terj. Imron Rosadi (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2009). hlm. 38-39

[4] Roshihan Anwar, Ulum Al-Qur’an , (Bandung:Putaka Setia. 2008) hlm.60
[5] Abu Abdullah al-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh Alquran, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar dan A. Qurthubi, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 51.
[6] Hamzah, Muchotob,  Studi Al-Qur’an Komprehensif. (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hlm. 51
[7] Hasbi Al- Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al- Qur’an dan Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hlm. 69
[8] Masdar F Mas’udi, “Konsep Asbab Al-Nuzul: Relevansinya Bagi Pandangan Historisis Segi-Segi Tertentu Ajaran Keagamaan dalam Budhi Munawwar Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 2007), hlm.n 65
[9]  Roshihan Anwar, Op. Cit. hlm.65
[10] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur`an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 209.
[11] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, terj. Mudzakir (Bogor: Li­era AntarNusa, 2007), hlm. 121-130
[12] Manna Khalil al-Qattan, Op. Cit. hlm. 130-134

Tidak ada komentar:

Posting Komentar