Senin, 23 Oktober 2017

PEMIKIRAN TOKOH PAUD (Ovide Decroly, Ki Hajar Dewantara, Muhammad Syafei)

oleh: Azizatul F, Dana Deanita, Roesminiati

A. Pendahuluan

Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan melalui pengalaman yang nyata sehingga anak dapat memperoleh pengetahuan baru untuk mewujudkan kreativitas dan rasa ingin tahu secara optimal, selain itu juga menghasilkan anak yang berbudi pekerti yang luhur, bukan hanya cerdas otaknya saja tetapi juga cerdas berperilaku.

Anak Usia dini adalah pribadi yang memiliki sejumlah potensi yang perlu dikembanghkan, selain itu anak tidak hanya sebagai makhluk individu akan tetapi harus dipandang sebagai anggota masyarakat. Pendidikan anak harus didasarkan pada psikologi dan sesuai dengan perkembangan fisik, mental dan memori.

Anak harus belajar sesuai dengan taraf kematangannya tanpa paksaan untuk menyesuaikan atau menjadi sama dengan anak lain tetapi tetap dengan pengawasan orang tua. Pengelompokan pada anak sesuai dengan tingkatan umurnya mempermudah anak dalam memperoleh pendidikan.Selain itu, tingkat kesehatan anak juga perlu diperhatikan. Setiap anak usia dini memiliki perbedaan dalam segi karakteristik, kejiwaan, kesehatan dan umur.

Oleh karena itu mempelajari dan mengkaji latar belakang dari berbagai pemikiran dari berbagai tokoh baik dalam maupun luar negeri perlu dilakukan, hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan konsep pendidikan anak usia dini. Pandangan dan pemikiran para tokoh dan pakar ini mempengaruhi cara-cara kita untuk mengasuh, membimbing dan mendidik anak usia dini. Pendapat, pandangan dan teori-teori yang mereka kemukakan referensi bagi kita untuk tidak melakukan pengasuhan, pembimbingan dan pendidikan beradasarkan cara-cara dan pendapat kita sendiri tanpa dasar-dasar keilmiahan. Para tokoh dan pakar berdasarkan pengalaman  dan keintelektualan mereka layak untuk kita jadikan referensi dan hal-hal mana yang dapat dijadikan acauan dalam melakukan pendidikan pada usia dini.

Hal ini mengingat bahwa pendidikan pada masa usia dini merupakan wahana pendidikan yag sangat penting dalam memnerikan kerangka dasar terbentukanya dan berkembangnya dasar-dara pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Dengan demikian keberhasilan kita dalam melakukan pendidikan pada anak usia dini akan menjadi dasar-dasar pendidikan anak selanjutnya.

Tokoh-tokoh yang kami kemukakan di sini seperti Ovide Decroly, Ki Hajar Dewantara, dan Muhammad Syafei perlu kita telaah dan kita ambil-ambil pandangan dan cara berpikir menyangkut pendidikan anak usia dini.

B. Konsep PAUD Menurut Ovide Decroly

Ovide Decroly Lahir pada 23 juli 1871, Declory mengembangkan suatu bentuk model pembelajaran simbiotis sebagai bentuk ketidaksepemahaman dengan model pendidikan kuno yang memperlihatkan bidang secara terpisah (separate object) dan tidak berkaitan dengan kehidupan anak. Model dan konsep pendidikan yang dikembangkan oleh decroly :
1.      Sekolah harus dihubungkan dengan kehidupan alam sekitar
2.      Pendidikan dan pembelajaran didasarkan pada perkembangan anak
3.      Sekolah menjadi laboraturium bekerja bagi anak-anak
4.      Bahan-bahan pendidikan atau pembelajaran bersifat fungsional praktis
5.      Perlunya pendidikan sosial dan kesusilaan
6.      Perlunya kerjasama antara rumah dan sekolah

Pandangan Declory tentang pendidikan dan pembelajaran anak usia dini dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin, yaitu :[1]

1.   Tiap individu berkembang secara teratur dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi
2.   Tiap individu harus dapat menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya

Berdasarkan kedua konsep tersebut Decroly meyakini bahwa tujuan utama pendidikan adalah membantu anak agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam sekitarnya,

Pengajaran harus dimulai dari sesuatu yang menjadi perhatian atau pusat minat anak sesuai dengan kebutuhan dan insting anak.antar bahan pembelajaran dihubungkan oleh suatu kesatuan hidup yang nyata atau persekutuan hidup (simbiotis)

Bahan pembelajaran anak usia dini dibagi menjadi empat,yaitu makanan,pakaian (kebutuhan untuk melindungi diri dari pengaruh udara),pembelaan diri serta bekerja dan berolah raga.

Prinsip lain yang di anut Decroly adalah keterkaitan,dimana penyusunan bahan pembelajaran yang diambil dari lingkungan sekitar anak menunjukkn sebagai bahan pembelajaran yang memiliki kegunaan atau fungsi secara praktis dan langsung dalam kehidupan anak itu sendiri.Pembelajaran yang berlangsung dalam alam sekitar akan memberikan keleluasan anak untuk menunjukan otoaktivitasnya,sehingga dapat belajar dan bekerja secara produktif.

Bahan pembelajaran yang diambil dari persekutuan hidup atau lingkungan sekitar ininakan memungkinkan anak aktif belajar mengerjakan seperti mengamati, menanam, beternak, memelihara, mengolah serta memasarkan.

Langkah pembelajaran simbotis yang terbagi menjadi beberapa tahap :

1. Observasi atau pengamatan
Pada langkah ini guru mengajak anak melakukan perjalanan sekolah pada obyek yang menjadi pusat perhatian yang telah ditentukan dari lingkungan sekitar anak. Kegiatan ini akan memberikan kesempatan kepad anak untuk aktif melihat,bertanya serta berfikir dengan menggunakan seluruh indranya.

2. Kegiatan asosiasi atau pengolahan
Setelah pengamatan,anak kembali ke ruang krlas dengan membawa berbagai hal berkaitan dengan obyekyang diamati.Hasil pengamatan diolah dengan jalan diasosiasikan dengan baik,maka harus disediakan buku asosiasi yang telah dirancang sebelumnya oleh guru.Langkah ini dilakukan oleh anak dalam kelas baik secara individu maupun kelompok

3. Kegiatan ekspresi atau pengungkapan
Guru membimbing anak untuk mengungkapkan obyek-obyek yang telah diamati dan diolah. Pengungkapan ini dapat dilakukan dalam bentuk bahasa (bercerita, berdrama),menggambar, dan mewarnai.Ekspresi dengan menggunakan bahasa disebut Decroly ekspresi abstrak,sedangkan yang menggunakan alat atau benda disebut ekspresi kongkrit oleh Decroly.

4. Pelaporan
Decroly mengenalkan pada anak tentang membaca dan menulis permulaan.

Selanjutnya implementasi pembelajaran simbiotis yang ditawarkan Decroly sebagai berikut: [2]

1.   Mengenalkan struktur kalimat perintah

Ambil
Buku
di
atas
Meja
Itu

3.   Analisis sintesis kalimat ke kata

      Ambil   buku   di   atas   meja   itu

      Ambil pulpen di atas meja itu  

4.   Analisis kata ke suku kata

Am
bil

bu
Ku

di
a
tas

me
ja

i
tu

Am

bil
bu

ku
di

a

tas

Me

ja

5.   Analisis sintesis suku kata ke huruf

A

m

b

i

L

b

u

K

u

D

i

a

t

A

s

m

E

j

A

Kegiatan berhitung permulaan yang menggunakan konsep yang ditawarkan oleh Decroly dapat dicermati melalui kegiatan berhitung permulaan yang dilakukan melalui peragaan dan pengamatan langsung. Contoh melalui gambar, membilang berbagai benda, lalu membandingkan degan jumlah bilangan pada benda lainya. Disini peranan guru sangat penting dan sangat menentukan keberhasilan atau tercapainya tujuan sesuai dengan yang ditetapkan.

C. Konsep PAUD Menurut Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara adalah seoarang pelopor pendidikan bagi kaum probumi Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Beliau dikenal sebagai bapak pendidikan Indonesia yang memiliki konsep bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta fisik seseorang.

Mengenai dasar permikiran Ki Hajar Dewantara  antara lain [3]

1. Manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya.

Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.

Manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya, salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.

2. Pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan fisik seseorang.

Elemen budi pekerti, pikiran dan fisik seseorang hendaknya berdasar pada garis hidup dan budaya bangsanya dan ditujukan untuk mengangkat derajat serta memerdekakan manusia sebagai anggota suatu bangsa.

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional. Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain.

3. Sistem Pendidikan adalah sistem among dan pendidikan harus dilakukan melalui tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan sosial (masyarakat).

Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”. Pembelajaran tidak ada paksaan bahkan pendidik bersikap ngemong atau among.

Lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga sebagai puasat pendidikan yang utama, sekolah sebagai kelanjutan pendidikan keluarga dan masyarakat sebagai pelengkap pendidikan di keluara maupun sekolah.

Ciri khas Pendidikan Usia Dini menurut Ki Hajar Dewantara adala budi pekerti dan sistem among:

1.   Budi pekerti
Materi yang paling penting diberikan kepada anak usia dini adalah pendidikan budi pekerti. Bentuknya bukan mata pelajaranbudi pekerti, tetapi menanamkan nilai, harkat dan martabat kemanusiaan, nilai moral, watak dan pada akhirnya pembentukan manusia yang berkepribadian.Tujuannya untuk mengatur kehidupan manusia.

Ki Hajar Dewantara membagi perkembangan manusia dengan menggunakan interval tujuh tahunan usia kronologis yakni:
  1. Usia 1-7 tahun dipandang sebagai masa kanak-kanak, pendidikan yang cocok pada ini yaitu dengan cara pemberian contoh dari pembiasaan.
  2. Usia 7-14 tahun dipandang sebagai masa terbentuknya jiwa pikiran, pendidikan yang cocok pada fase ini yaitu dengan cara pembelajaran, perintah atau hukuman.
  3. Usia 14-21 tahun dipandang sebagai masa terbentuknya budi pekerti atau periode social, pendidikan yang cocok pada fase ini yaitu dengan cara mendisiplinkan diri sendiri dan melakukan atau merasakannya secara langsung. 
2. Sistem Among

Ing ngarso sing tulodoartinya jika pendidik berada di depan wajib memberikan teladan bagi anak didik. Posisi ini sebaiknya lebih banyak diberikan kepada anak usia dini, tidak perlu banyak nasehat, petuah dan ceramah.

Ing madya mangun karso, artinya jika pendidik berada di tengah-tengah harus lebih banyak membangun atau membangkitkan kemauan sehingga anak mempunyai kesempatan untuk mencoba berbuat sendiri.

Tut wuri handayani, artinya jika pendidik di belakang wajib memberi dorongan dan memantau agar anak mampu bekerja sendiri.

Selanjutnya Ki Hajar Dewantara mengemukakan alat pendidikan yang dapat digunakan dalam mendorong keberhasilan proses pendidikan adalah:

  1. Motivasi (dorongan), memberikan dorongan kepada anak baik dari luar maupun dari dalam agar anak memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan baik verbal maupun non verbal.
  2. Reinforcement (penguatan), memberikan pengulangan kepada anak baik dari luar laupun dari dalam agar anak mengetahui dan memahami tentang sesuatu yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran.
  3. Reward (penghargaan), ketika sudah mampu menyelesaikan tugas lebih dulu dengan baik, maka pendidik memberikan penghargaan kepada anak dengan memberikan acungan jempol atau memberikan tanda bintang dan lingkaran penuh.
  4. Punishiment (sangsi sosial), ketika anak membuang sampah sembarangan sebagai sangsinya anak disuruh mengambil sampah dan membuang ke tempat sampah.
Selain itu, atas dasar keluhuran budi, tugas pendidik yang utama adalah:
  1. Mengembangkan cipta, yaitu pengembangan kognitif atau daya pikir.
  2. Mengembangkan rasa, yaitu pengembangan sikap perilaku/afektif
  3. Mengembangkan karsa, yaitu pengembangan psikomotorik/keterampilan.
Impementasi dalam dunia pendidikan menurut Ki Hajar Dewanatara adalah pola pengasuhan yakni memelihara mendidik dengan penuh pengertian, pembelajaran pada anak dilakukan terus menerus/berkesinambunganm Konsep belajar sambil bermain, melakukan pengenalan dan pengamalan prinsip norma agama dengan memberik bimbingan dan praktik kegamaan, sistem among yang cocok diterapkan pada anak SD kelas 1-3. [4]

D. Konsep PAUD Menurut Mohammad Syafei

Mohammad Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan diangkat jadi anak oleh Ibarahim Marah Sutan dan ibunya Andung Chalijah, kemudian dibawah pindah ke Sumatra Barat dan menetap Bukit Tinggi. Marah Sutan adalah seorang pendidik dan intelektual ternama. Dia sudah mengajar diberbagai daerah di nusantara, pindah ke Batavia pada tahun1912 dan disini aktif dalam kegiata penertiban dan Indische Partij. Pendidikan yang ditempuh Moh. Syafei adalah sekolah raja di Bukit tinggi,dan kemudian belajar melukis di Batavia (kini Jakarta), sambil mengajar disekolah Kartini. Pada tahun 1922 Moh. Syafei menuntut ilmu di Negeri Belanda dengan biaya sendiri. Disini ia bergabung dengan "Perhimpunan Indonesia", sebagai ketua seksi pendidikan.

Dia berpendapat bahwa agar gerakan nasionalis dapat berhasil dalam menentang penjajahan Belanda, maka pendidikan raktyat haruslah diperluas dan diperdalam. Semasa di negeri Belanda ia pernah ditawari untuk mengajar dan menduduki jabatan disekolah pemerintah. Tapi Syafei menolak dan kembali ke Sumatara Barat pada tahun1925. Ia bertekad bertekad mendirikan sebuah sekolah yang dapat mengembangkan bakat murid-muridnya dan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia, baik yang hidup dikota maupun dipedalaman. [5]

Tujuan personal pendidikan menurut Syafei dapat dideskripsikan dengan ringkas sebagai berikut: Manusia yang sempurna lahir dan batin. Dengan demikian pendidikan disekolah ini meliputi bidang-bidang : (1) Kerajinan (kerajinan, tanah liat, rajutan, rotan,dan seterusnya), (2) Seni (melukis, ukir, tari, drama dan lain-lainya, (3) grafika (percetakan, mengarang, jurnalistik dan lain-lainya, (4) semua jenis olahraga, (5) manajemen.[6]

Anak dididik dengan tujuan agar menjadi manusia beriman, harmonis dalam perkembangan, berbudi luhur, kreatif, aktif dan produktif. Bidang pendidikan yang diterapkan olah raga, kesenian, pertanian, serta pendidkan dan pembelajaran yang sesuai dengan bakat anak. Implikasi dalam pembelajaran anak usia din menurut Muhammad Syafei haruslah dapat mengembangkan : [7]

1. Percaya pada diri sendiri
Pada saat bermain anak harus ditanamkan rasa percaya diri, bahwa dia jua mampu melakukan sesuatu tanpa harus adanya bantuan orang lain.

Mampu melindungi diri sendiri dalam hal keamanan diri. Contohnya anak didik tidak membiarkan dirinya teraniaya oleh orang lain, misalnya dicubit dipukul oleh temannya
Anak didik menjadi manusia yang beriman, harmonis dalam perkembangan, berbudi luhur, kreatif, aktif dan produktif.

2. Berakhlak (bersusila) setinggi mungkin: Anak dapat memahami norma-norma agama secara sederhana, anak dapat memahami peraturan, antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang dilarang dan tidak dilarang. Seperti : saling menyayangi sesame teman atau atau tidak mengambil milik orang lain.

3. Mempunyai daya cipta : Anak dapat mengembangkan bakat dan minat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Contoh: merangkai sedotan plastik menjadi kalung atau atau membangun rumah balok.

4. Berperasaan tajam, halus, dan estetis: Anak dapat memahami ekspresi wajah orang dewasa.Contoh : ekspresi orang sedang marah, anak dapat membedakan antara perasaan senang dan sedih.

5. Jasmani yang sehat dan kuat: Anak dapat mengikuti/ melakukan gerakan motorik halus dan motorik kasar ( berolah raga ). Contoh:(1) motoric halus, kegiatan yang banyak melibatkan gerak tangan dan jari-jari tangan;(2) motoric kasar: kegiatan bermain di luar ruangan (menendang,melompat,berlari,memanjat,dsb)

6. Diusahakan supaya anak mempunyai darah kesatria,yang berarti berani karena benar: Anak berani mengemukakan pendapatnya.Anak mempunyai perasaan percaya diri.

7. Mempunyai jiwa konsentrasi: pada saat kegiatan pembelajaran, anak dapat memusatkan perhatian pada saat-saat tertentu. Contoh: pada saat pembiasaan berdoa, bernyanyi, kegiatan olah raga.

8. Pemeliharaan sesuatu usaha: Anak dapat menjaga dan memelihara milik sendiri. Contoh: perlengkapan sekolah.

9. Menepati janji: Pendidik dan anak membuat kesepakatan bersama pada saat kegiatan bermain maupun dalam pembelajaran.

10. Hemat: Anak dibiasakan untuk menabung. Anakdiberikan pemahaman secara sederhana tentang penggunaan uang.

11. Memenuhi kewajiban dalam belajar: Anak dibiasakan merapikan kembali peralatan mainnya dan merapikan peralatan sekolah sendiri

E. Kesimpulan

1. Pendidikan Usia Dini dalam pandangan Ovide Decroly adalah bahwa tujuan utama pendidikan adalah membantu anak agar menyesuiakan diri dengan lingkungan alam sekitarnya. Pengajaran harus dimulai dari sesuatu yang menjadi perhatian atau pusat minat anak sesuai dengan kebutuhan dan insting anak. Antara bahan pengajaran dihubungkan oleh suatu kesatuan hidup yang nyata atau persekutuan hidup (simbiotis). Penyusunan bahan pengajaran yang diambil dari lingkungan sekitar anak yang akan memberikan keleluasaan anak untuk menunjukkan otoaktivitasnya, sehingga dapat belajar dan bekerja secara produktif. Langkah-langkah pengajaran simbiotis :  observasi (pengamatan), asosiasi (pengolahan), ekspresi (pengungkapan), dan pelaporan.

2. Pendidikan Usia Dini dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan budi pekerti dan pendektan system among dengan semboyan : ing ngarso sung tulodho, artinya jika pendidik berada di muka dia berkewajiban memberi teladan kepada para peserta didiknya. Ing madya mangun karso artinya: jika di tengah membangun semangat, berswakarya, dan berkreasi pada peserta didik. Tut wuri handayani artinya jika di belakang pendidik mengikuti dan mengarahkan peserta didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.


Pendidikan Usia Dini dalam pandangan Muhammad Syafei adalah Pendidikan memiliki fungsi membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa.  Anak dididik dengan tujuan agar menjadi manusia beriman, harmonis dalam perkembangan, berbudi luhur, kreatif, aktif dan produktif. Memberi kesempatan kepada anak tumbuh dan berkembang menurut garis masing-masing/bakat anak.

E. Saran

1. Sesuai dengan pandangan Ovide Decroly maka disarankan agar kita dalam mendididik anak usia dini untuk mengajak beriteraksi dengan alam sekitar, gunaan alat peraga yang praktis sehingga anak dapat mengamati, mengolah, mengungkapkan dan membuat laporan.

2. Sesuai pandangan dari Ki Hajar Dewantara maka disarankan agar dalam mendidik anak usia dini untuk mengembangkan daya cipta (kognitif/daya pikir/ pengetahuan), rasa (sikap perilaku/afektif) dan karsa (psikomotorik /keterampilan) dengan mementingkan pendidikan budi pekerti serta menggunakan sistem among.

3. Sesuai dengan pandangan Muhammad Syafei disarankan agar kita dalam mendididik anak menanamkan budi pekerti, cinta tanah air, cinta lingkungan, rasa nasionalisme tinggi, pelaksanaan atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Penerapan dalam pendidikan secara demokratis agar anak memiliki ketrampilan sesuai dengan bakatnya. 

Referensi:


[1] Yuliani Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta : PT. Indeks) h. 123
[2] Yuliani Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar Pendidikan ..., h. 124
[3] Yuliani Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar Pendidikan...h. 124-127
[4]  Yuliani Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar Pendidikan... h 128
[5]Anonim, Muhammad  Syafei, diakses pada tanggal 14 Maret 2017 dari  http://www.pendis.kemenag.go.id/
     pai/index.php?a=detilberita&id=4674
[6] Anonim, Muhammad  Syafei, diakses pada tanggal 14 Maret 2017 ... 
[7]  Yuliani Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar Pendidikan... h. 129-130

2 komentar: