oleh: Azizatul F, Dana Deanita,
Roesminiati
A. Pendahuluan
Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan
dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan melalui
pengalaman yang nyata sehingga anak dapat memperoleh pengetahuan baru untuk mewujudkan kreativitas dan rasa ingin tahu
secara optimal,
selain itu juga menghasilkan anak yang berbudi pekerti
yang luhur,
bukan hanya cerdas otaknya saja tetapi juga cerdas
berperilaku.
Anak Usia dini adalah pribadi yang memiliki sejumlah potensi yang perlu
dikembanghkan,
selain itu anak tidak hanya sebagai makhluk individu akan
tetapi harus dipandang sebagai anggota masyarakat. Pendidikan anak harus didasarkan pada psikologi dan sesuai dengan perkembangan
fisik,
mental dan memori.
Anak harus belajar sesuai dengan taraf kematangannya tanpa paksaan untuk
menyesuaikan atau menjadi sama dengan anak lain tetapi tetap dengan pengawasan
orang tua. Pengelompokan pada anak sesuai dengan tingkatan umurnya mempermudah
anak dalam memperoleh pendidikan.Selain itu, tingkat kesehatan anak juga perlu
diperhatikan.
Setiap anak usia dini memiliki perbedaan dalam segi
karakteristik,
kejiwaan, kesehatan dan umur.
Oleh karena itu mempelajari dan mengkaji latar belakang dari berbagai
pemikiran dari berbagai tokoh baik dalam maupun luar negeri perlu dilakukan, hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan
konsep pendidikan anak usia dini. Pandangan dan pemikiran para tokoh dan pakar
ini mempengaruhi cara-cara kita untuk mengasuh, membimbing dan mendidik anak
usia dini. Pendapat, pandangan dan teori-teori yang mereka kemukakan referensi
bagi kita untuk tidak melakukan pengasuhan, pembimbingan dan pendidikan
beradasarkan cara-cara dan pendapat kita sendiri tanpa dasar-dasar keilmiahan.
Para tokoh dan pakar berdasarkan pengalaman
dan keintelektualan mereka layak untuk kita jadikan referensi dan
hal-hal mana yang dapat dijadikan acauan dalam melakukan pendidikan pada usia
dini.
Hal ini mengingat
bahwa pendidikan pada masa usia dini merupakan wahana pendidikan yag sangat
penting dalam memnerikan kerangka dasar terbentukanya dan berkembangnya
dasar-dara pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Dengan demikian
keberhasilan kita dalam melakukan pendidikan pada anak usia dini akan menjadi
dasar-dasar pendidikan anak selanjutnya.
Tokoh-tokoh yang kami
kemukakan di sini seperti Ovide Decroly, Ki Hajar Dewantara, dan Muhammad
Syafei perlu kita telaah dan kita ambil-ambil pandangan dan cara berpikir
menyangkut pendidikan anak usia dini.
B. Konsep
PAUD Menurut Ovide Decroly
Ovide Decroly Lahir pada 23 juli 1871, Declory mengembangkan suatu bentuk
model pembelajaran simbiotis sebagai bentuk ketidaksepemahaman dengan model
pendidikan kuno yang memperlihatkan bidang secara terpisah (separate object)
dan tidak berkaitan dengan kehidupan anak. Model dan konsep pendidikan yang dikembangkan oleh decroly :
1.
Sekolah harus
dihubungkan dengan kehidupan alam sekitar
2.
Pendidikan dan
pembelajaran didasarkan pada perkembangan anak
3.
Sekolah menjadi
laboraturium bekerja bagi anak-anak
4.
Bahan-bahan pendidikan
atau pembelajaran bersifat fungsional praktis
5.
Perlunya pendidikan sosial
dan kesusilaan
6.
Perlunya kerjasama
antara rumah dan sekolah
Pandangan Declory tentang pendidikan dan pembelajaran anak usia dini dipengaruhi oleh
teori evolusi Darwin,
yaitu :[1]
1. Tiap individu berkembang
secara teratur dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi
2. Tiap individu harus
dapat menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya
Berdasarkan kedua konsep tersebut Decroly meyakini bahwa tujuan utama
pendidikan adalah membantu anak agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
alam sekitarnya,
Pengajaran harus dimulai dari sesuatu yang menjadi perhatian atau pusat
minat anak sesuai dengan kebutuhan dan insting anak.antar bahan pembelajaran
dihubungkan oleh suatu kesatuan hidup yang nyata atau persekutuan hidup
(simbiotis)
Bahan pembelajaran anak usia dini dibagi menjadi empat,yaitu
makanan,pakaian (kebutuhan untuk melindungi diri dari pengaruh udara),pembelaan
diri serta bekerja dan berolah raga.
Prinsip lain yang di anut Decroly adalah keterkaitan,dimana penyusunan
bahan pembelajaran yang diambil dari lingkungan sekitar anak menunjukkn sebagai
bahan pembelajaran yang memiliki kegunaan atau fungsi secara praktis dan
langsung dalam kehidupan anak itu sendiri.Pembelajaran yang berlangsung dalam
alam sekitar akan memberikan keleluasan anak untuk menunjukan otoaktivitasnya,sehingga
dapat belajar dan bekerja secara produktif.
Bahan pembelajaran yang diambil dari persekutuan hidup atau lingkungan
sekitar ininakan memungkinkan anak aktif belajar mengerjakan seperti mengamati, menanam,
beternak, memelihara, mengolah serta memasarkan.
Langkah pembelajaran simbotis yang terbagi menjadi beberapa tahap :
1. Observasi atau pengamatan
Pada langkah ini guru mengajak anak melakukan perjalanan sekolah pada obyek
yang menjadi pusat perhatian yang telah ditentukan dari lingkungan sekitar
anak. Kegiatan ini akan memberikan kesempatan kepad anak untuk aktif
melihat,bertanya serta berfikir dengan menggunakan seluruh indranya.
2. Kegiatan asosiasi atau pengolahan
Setelah pengamatan,anak kembali ke ruang krlas dengan membawa berbagai hal
berkaitan dengan obyekyang diamati.Hasil pengamatan diolah dengan jalan
diasosiasikan dengan baik,maka harus disediakan buku asosiasi yang telah
dirancang sebelumnya oleh guru.Langkah ini dilakukan oleh anak dalam kelas baik
secara individu maupun kelompok
3. Kegiatan ekspresi atau pengungkapan
Guru membimbing anak untuk mengungkapkan obyek-obyek yang telah diamati dan
diolah. Pengungkapan ini dapat dilakukan dalam bentuk bahasa (bercerita, berdrama),menggambar, dan mewarnai.Ekspresi dengan menggunakan bahasa
disebut Decroly ekspresi abstrak,sedangkan yang menggunakan alat atau benda
disebut ekspresi kongkrit oleh Decroly.
4. Pelaporan
Decroly mengenalkan pada anak tentang membaca dan menulis permulaan.
1. Mengenalkan struktur
kalimat perintah
Ambil
|
Buku
|
di
|
atas
|
Meja
|
Itu
|
3. Analisis sintesis
kalimat ke kata
Ambil buku
di atas meja
itu
Ambil
pulpen di atas meja itu
4. Analisis kata ke suku
kata
Am
|
bil
|
bu
|
Ku
|
di
|
a
|
tas
|
me
|
ja
|
i
|
tu
|
Am
|
bil
|
bu
|
ku
|
di
|
a
|
tas
|
Me
|
ja
|
5. Analisis sintesis suku
kata ke huruf
A
|
m
|
b
|
i
|
L
|
b
|
u
|
K
|
u
|
D
|
i
|
a
|
t
|
A
|
s
|
m
|
E
|
j
|
A
|
Kegiatan berhitung
permulaan yang menggunakan konsep yang ditawarkan oleh Decroly dapat dicermati
melalui kegiatan berhitung permulaan yang dilakukan melalui peragaan dan
pengamatan langsung. Contoh melalui gambar, membilang berbagai benda, lalu
membandingkan degan jumlah bilangan pada benda lainya. Disini peranan guru sangat penting dan sangat menentukan keberhasilan atau
tercapainya tujuan sesuai dengan yang ditetapkan.
C. Konsep
PAUD Menurut Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara adalah seoarang pelopor
pendidikan bagi kaum probumi Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Lahir
pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta dengan nama Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat. Beliau dikenal sebagai bapak pendidikan Indonesia yang memiliki
konsep bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran
serta fisik seseorang.
Mengenai dasar permikiran Ki Hajar Dewantara antara lain [3]
1. Manusia memiliki daya
jiwa yaitu cipta, karsa dan karya.
Pengembangan manusia seutuhnya menuntut
pengembangan semua daya secara seimbang. Pendidikan yang menekankan pada aspek
intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya
tidak berbudaya, salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih
manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Manusia akan benar-benar
menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya
antara lain dimengerti sebagai manusia itu sendiri ditambah dengan budaya
masyarakat yang melingkupinya.
2. Pendidikan sebagai
daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan fisik seseorang.
Elemen budi pekerti, pikiran dan fisik seseorang
hendaknya berdasar pada garis hidup dan budaya bangsanya dan ditujukan untuk
mengangkat derajat serta memerdekakan manusia sebagai anggota suatu bangsa.
Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman
Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan
pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung
sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi,
kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian
Taman Siswa adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan
mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan
yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional. Landasan filosofisnya adalah
nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya
nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis,
maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law),
segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya
adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan,
dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam
dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan
hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya.
Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu
peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan
spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual
sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya
setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap
dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri,
mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya
rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para
peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang
berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota
masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan
kesejahteraan orang lain.
3. Sistem Pendidikan adalah
sistem among dan pendidikan harus dilakukan melalui tiga lingkungan yaitu
keluarga, sekolah dan lingkungan sosial (masyarakat).
Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan
ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan
pada asih, asah dan asuh (care and
dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah
seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek
kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap
orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu
“educate the head, the heart, and the hand”. Pembelajaran tidak ada
paksaan bahkan pendidik bersikap ngemong atau among.
Lingkungan pendidikan
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga sebagai puasat pendidikan yang
utama, sekolah sebagai kelanjutan pendidikan keluarga dan masyarakat sebagai
pelengkap pendidikan di keluara maupun sekolah.
Ciri khas Pendidikan Usia Dini
menurut Ki Hajar Dewantara adala budi pekerti dan sistem among:
1. Budi pekerti
Materi yang paling penting diberikan kepada anak usia dini
adalah pendidikan budi pekerti. Bentuknya bukan mata pelajaranbudi pekerti,
tetapi menanamkan nilai, harkat dan martabat kemanusiaan, nilai moral, watak
dan pada akhirnya pembentukan manusia yang berkepribadian.Tujuannya untuk
mengatur kehidupan manusia.
Ki Hajar Dewantara membagi perkembangan manusia dengan
menggunakan interval tujuh tahunan usia kronologis yakni:
- Usia
1-7 tahun dipandang sebagai masa kanak-kanak, pendidikan yang cocok pada
ini yaitu dengan cara pemberian contoh dari pembiasaan.
- Usia
7-14 tahun dipandang sebagai masa terbentuknya jiwa pikiran, pendidikan
yang cocok pada fase ini yaitu dengan cara pembelajaran, perintah atau
hukuman.
- Usia 14-21 tahun dipandang sebagai masa terbentuknya budi pekerti atau periode social, pendidikan yang cocok pada fase ini yaitu dengan cara mendisiplinkan diri sendiri dan melakukan atau merasakannya secara langsung.
2. Sistem Among
Ing ngarso sing
tulodo, artinya jika pendidik berada di depan wajib memberikan
teladan bagi anak didik. Posisi ini sebaiknya lebih banyak diberikan kepada anak
usia dini, tidak perlu banyak nasehat, petuah dan ceramah.
Ing madya
mangun karso, artinya jika pendidik berada di
tengah-tengah harus lebih banyak membangun atau membangkitkan kemauan sehingga
anak mempunyai kesempatan untuk mencoba berbuat sendiri.
Tut wuri
handayani, artinya jika pendidik di belakang
wajib memberi dorongan dan memantau agar anak mampu bekerja sendiri.
Selanjutnya Ki Hajar Dewantara mengemukakan alat pendidikan
yang dapat digunakan dalam mendorong keberhasilan proses pendidikan adalah:
- Motivasi
(dorongan), memberikan dorongan kepada anak baik dari luar maupun dari
dalam agar anak memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan baik verbal
maupun non verbal.
- Reinforcement
(penguatan), memberikan pengulangan kepada anak baik dari luar laupun dari
dalam agar anak mengetahui dan memahami tentang sesuatu yang diberikan
oleh guru dalam proses pembelajaran.
- Reward
(penghargaan), ketika sudah mampu menyelesaikan tugas lebih dulu dengan
baik, maka pendidik memberikan penghargaan kepada anak dengan memberikan
acungan jempol atau memberikan tanda bintang dan lingkaran penuh.
- Punishiment
(sangsi sosial), ketika anak membuang sampah sembarangan sebagai sangsinya
anak disuruh mengambil sampah dan membuang ke tempat sampah.
Selain itu, atas dasar keluhuran budi, tugas pendidik yang
utama adalah:
- Mengembangkan
cipta, yaitu pengembangan kognitif atau daya pikir.
- Mengembangkan
rasa, yaitu pengembangan sikap perilaku/afektif
- Mengembangkan
karsa, yaitu pengembangan psikomotorik/keterampilan.
Impementasi dalam dunia pendidikan menurut Ki Hajar
Dewanatara adalah pola pengasuhan yakni memelihara mendidik dengan penuh
pengertian, pembelajaran pada anak dilakukan terus menerus/berkesinambunganm
Konsep belajar sambil bermain, melakukan pengenalan dan pengamalan prinsip
norma agama dengan memberik bimbingan dan praktik kegamaan, sistem among yang
cocok diterapkan pada anak SD kelas 1-3. [4]
D. Konsep
PAUD Menurut Mohammad Syafei
Mohammad Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan
Barat) dan diangkat jadi anak oleh Ibarahim Marah Sutan dan ibunya Andung
Chalijah, kemudian dibawah pindah ke Sumatra Barat dan menetap Bukit
Tinggi. Marah Sutan adalah seorang
pendidik dan intelektual ternama. Dia sudah mengajar diberbagai daerah di
nusantara, pindah ke Batavia pada tahun1912 dan disini aktif dalam kegiata
penertiban dan Indische Partij. Pendidikan yang ditempuh Moh. Syafei adalah sekolah
raja di Bukit tinggi,dan kemudian belajar melukis di Batavia (kini Jakarta),
sambil mengajar disekolah Kartini. Pada tahun 1922 Moh. Syafei menuntut ilmu di
Negeri Belanda dengan biaya sendiri. Disini ia bergabung dengan
"Perhimpunan Indonesia", sebagai ketua seksi pendidikan.
Dia berpendapat bahwa agar gerakan nasionalis dapat berhasil
dalam menentang penjajahan Belanda, maka pendidikan raktyat haruslah diperluas
dan diperdalam. Semasa di negeri Belanda ia pernah ditawari untuk mengajar dan
menduduki jabatan disekolah pemerintah. Tapi Syafei menolak dan kembali ke
Sumatara Barat pada tahun1925. Ia bertekad bertekad mendirikan sebuah sekolah
yang dapat mengembangkan bakat murid-muridnya dan disesuaikan dengan kebutuhan
rakyat Indonesia, baik yang hidup dikota maupun dipedalaman. [5]
Tujuan personal pendidikan menurut Syafei dapat
dideskripsikan dengan ringkas sebagai berikut: Manusia yang sempurna lahir dan
batin. Dengan demikian pendidikan disekolah ini meliputi bidang-bidang : (1)
Kerajinan (kerajinan, tanah liat, rajutan, rotan,dan seterusnya), (2) Seni (melukis,
ukir, tari, drama dan lain-lainya, (3) grafika (percetakan, mengarang, jurnalistik
dan lain-lainya, (4) semua jenis olahraga, (5) manajemen.[6]
Anak dididik dengan tujuan agar menjadi manusia beriman,
harmonis dalam perkembangan, berbudi luhur, kreatif, aktif dan produktif. Bidang
pendidikan yang diterapkan olah raga, kesenian, pertanian, serta pendidkan dan
pembelajaran yang sesuai dengan bakat anak. Implikasi dalam pembelajaran anak usia din menurut Muhammad
Syafei haruslah dapat mengembangkan : [7]
1. Percaya pada diri sendiri
Pada saat bermain anak harus ditanamkan rasa percaya diri,
bahwa dia jua mampu melakukan sesuatu tanpa harus adanya bantuan orang lain.
Mampu melindungi diri sendiri dalam hal keamanan diri.
Contohnya anak didik tidak membiarkan dirinya teraniaya oleh orang lain,
misalnya dicubit dipukul oleh temannya
Anak didik menjadi manusia yang beriman, harmonis dalam
perkembangan, berbudi luhur, kreatif, aktif dan produktif.
2. Berakhlak (bersusila) setinggi mungkin: Anak dapat
memahami norma-norma agama secara sederhana, anak dapat memahami peraturan,
antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang dilarang dan tidak dilarang.
Seperti : saling menyayangi sesame teman atau atau tidak mengambil milik orang
lain.
3. Mempunyai daya cipta : Anak dapat mengembangkan bakat dan
minat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Contoh: merangkai sedotan
plastik menjadi kalung atau atau membangun rumah balok.
4. Berperasaan tajam, halus, dan estetis: Anak dapat memahami
ekspresi wajah orang dewasa.Contoh : ekspresi orang sedang marah, anak dapat
membedakan antara perasaan senang dan sedih.
5. Jasmani yang sehat dan kuat: Anak dapat mengikuti/
melakukan gerakan motorik halus dan motorik kasar ( berolah raga ). Contoh:(1)
motoric halus, kegiatan yang banyak melibatkan gerak tangan dan jari-jari
tangan;(2) motoric kasar: kegiatan bermain di luar ruangan
(menendang,melompat,berlari,memanjat,dsb)
6. Diusahakan supaya anak mempunyai darah kesatria,yang
berarti berani karena benar: Anak berani mengemukakan pendapatnya.Anak
mempunyai perasaan percaya diri.
7. Mempunyai jiwa konsentrasi: pada saat kegiatan
pembelajaran, anak dapat memusatkan perhatian pada saat-saat tertentu. Contoh:
pada saat pembiasaan berdoa, bernyanyi, kegiatan olah raga.
8. Pemeliharaan sesuatu usaha: Anak dapat menjaga dan
memelihara milik sendiri. Contoh: perlengkapan sekolah.
9. Menepati janji: Pendidik dan anak membuat kesepakatan
bersama pada saat kegiatan bermain maupun dalam pembelajaran.
10. Hemat: Anak dibiasakan untuk menabung. Anakdiberikan
pemahaman secara sederhana tentang penggunaan uang.
11. Memenuhi kewajiban dalam belajar: Anak dibiasakan
merapikan kembali peralatan mainnya dan merapikan peralatan sekolah sendiri
E. Kesimpulan
1. Pendidikan Usia Dini dalam pandangan Ovide Decroly
adalah bahwa
tujuan utama pendidikan adalah membantu anak agar menyesuiakan diri dengan
lingkungan alam sekitarnya. Pengajaran harus dimulai dari sesuatu yang
menjadi perhatian atau pusat minat anak sesuai dengan kebutuhan dan insting
anak. Antara bahan pengajaran dihubungkan oleh suatu kesatuan hidup yang nyata
atau persekutuan hidup (simbiotis). Penyusunan
bahan pengajaran yang diambil dari lingkungan sekitar anak yang akan memberikan
keleluasaan anak untuk menunjukkan otoaktivitasnya, sehingga dapat belajar dan
bekerja secara produktif. Langkah-langkah pengajaran simbiotis : observasi
(pengamatan), asosiasi (pengolahan), ekspresi (pengungkapan), dan
pelaporan.
2. Pendidikan Usia Dini dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah
pendidikan budi pekerti dan pendektan system among dengan semboyan : ing ngarso
sung tulodho, artinya jika pendidik berada di muka dia berkewajiban memberi
teladan kepada para peserta didiknya. Ing madya mangun karso artinya: jika di
tengah membangun semangat, berswakarya, dan berkreasi pada peserta didik. Tut
wuri handayani artinya jika di belakang pendidik mengikuti dan mengarahkan
peserta didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Pendidikan Usia Dini dalam pandangan Muhammad Syafei adalah Pendidikan memiliki fungsi membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. Anak dididik dengan tujuan agar menjadi manusia beriman, harmonis dalam perkembangan, berbudi luhur, kreatif, aktif dan produktif. Memberi kesempatan kepada anak tumbuh dan berkembang menurut garis masing-masing/bakat anak.
E. Saran
1. Sesuai dengan pandangan Ovide
Decroly maka disarankan agar kita dalam mendididik anak usia dini untuk
mengajak beriteraksi dengan alam sekitar, gunaan alat peraga yang praktis
sehingga anak dapat mengamati, mengolah, mengungkapkan dan membuat laporan.
2. Sesuai pandangan dari Ki Hajar
Dewantara maka disarankan agar dalam mendidik anak usia dini untuk mengembangkan
daya cipta (kognitif/daya pikir/ pengetahuan),
rasa (sikap perilaku/afektif) dan karsa (psikomotorik /keterampilan) dengan
mementingkan pendidikan budi pekerti serta menggunakan sistem among.
3. Sesuai dengan
pandangan Muhammad Syafei disarankan agar kita dalam mendididik anak menanamkan
budi pekerti, cinta tanah air, cinta lingkungan, rasa nasionalisme tinggi,
pelaksanaan atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Penerapan dalam pendidikan
secara demokratis agar anak memiliki ketrampilan sesuai dengan bakatnya.
Referensi:
[1]
Yuliani
Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta : PT. Indeks) h. 123
[5]Anonim,
Muhammad
Syafei, diakses pada tanggal 14 Maret 2017 dari http://www.pendis.kemenag.go.id/
pai/index.php?a=detilberita&id=4674
pai/index.php?a=detilberita&id=4674
[7] Yuliani Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar Pendidikan... h. 129-130
Terima Kasih Banyak
BalasHapussama-sama kakak Vicente Riocaro Freitas, semoga bermanfaat
Hapus