Sabtu, 04 November 2017

Anak Adalah Bapak Dari Masa Dewasa

oleh: Guruvalah

Jika kamu masih anak-anak, remaja dan belum menjadi orang dewasa maka saatnya Kamu mengingatkan orang tua Kamu, Guru kamu atau orang-orang yang dianggap tua dan dewasa disekeliling Kamu untuk memperlakukan dirimu sebagai anak-anak, remaja dengan penuh kasih sayang.

Mintalah mereka untuk memperlakukan anak-anak dan remaja dengan kasih sayang, damai, sopan dan tanpa kekerasan baik fisik maupun psikis. Pasalnya perlakuan yang salah terhadap anak bisa berakibat fatal pada masa depan mereka. Anak-anak memperoleh perlakuan tidak manusiawi akan menimbulkan trauma masa kecil yang kelak masa dewasa bisa meledak untuk melakukan balas dendam.

Ada 2 kata yang perlu kamu kenal yaitu “child abuse”, kata ini bisa berarti perlakuan salah terhadap anak. Dimana orang-orang dewasa memperlakukan anak dengan cara yang salah seperti menggunakan kekerasan dan kasar misalnya mencaci maki anak, menendang, menghina, menempeleng, mengolok-olok, mencap sebagai anak bodoh, anak nakal. Child abuse adalah sebuah tragedi dalam kehidupan. Luka fisik bisa terobati, tetapi luka batin meninggalkan jejak panjang seumur hidup yang mau tidak mau membutuhkan bimbingan yang akurat. Child abuse sebagai bagian kekerasan dalam rumah tangga bisa mengakibatkan banyak parut gangguan emosional. Pribadi korban menjadi rapuh, citra diri yang buruk, marah, sedih, bingung, penuh kecemasan, depresi, dan lainnya.

Fakta menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami Child abuse (perlakuan salah terhadap anak) maupun masa kecil yang kurang bahagia kelak jika dewasa maka akan mencari kompensasi. Dalam dunia psikologi kompensasi berarti pencarian kepuasan dalam suatu bidang untuk memperoleh keseimbangan dari kekecewaan dalam bidang lain. Sekali lagi anak-anak memperoleh perlakuan tidak manusiawi, masa kecil tidak puas sebagai anak yang masih perlu kasih sayang maka akan menimbulkan trauma masa kecil yang kelak masa dewasa begitu punya kesempatan akan mencari kompensasi yaitu balas dendam. Mari kita lihat contohnya:

Adolf Hitler sang pembunuh berdarah dingin dengan bendera NAZI-nya mencatat sejarah yang suram bagi Jerman. Semasa kecil Hitler adalah seorang anak yang tertolak, ayahnya sangat membencinya dan menganggap perilakunya yang “antisosial” itu sebuah kutukan karena Ayah Hitler mengawini keponakannya sendiri.

Benito Amilcare Andrea Mussolini (29 Juli 1883-28 April 1945) adalah seorang diktator Italia pada periode 1922-1943. Saat menjadi perdana menteri, Mussolini mengurangi pengaruh hakim, memberangus kebebasan pers, menangkap lawan politik, melegalkan kekerasan skuad fasis dan mengkonsolidasikan kekuasaannya. Namun, ia terus bekerja dalam sistem parlementer setidaknya sampai Januari 1925 ketika ia menyatakan dirinya diktator Italia. Mussolini melarang partai-partai oposisi, menendang lebih dari 100 anggota parlemen, mengembalikan hukuman mati untuk kejahatan politik, mengerahkan polisi rahasia dan menghapuskan pemilu. Ia dipaksa mundur dari jabatan Perdana Menteri Italia pada 28 Juli 1943 setelah serangkaian kekalahan Italia di Afrika. Setelah ditangkap, ia diisolasi. Dua tahun kemudian, ia dieksekusi di Como, Italia utara. Mussolini kecil mempunyai reputasi sebagai anak yang suka berkelahi dan mem-bully. Pada usia 10 tahun ia diusir dari asrama karena menusuk teman sekelasnya dan di sekolah berikutnya ia kembali melakukan penusukan. Ia juga mengaku pernah menikam lengan pacarnya dengan pisau. Ia memimpin geng anak laki-laki untuk mencuri di perkebunan dan akhirnya ia mahir menggunakan pedang dalam perkelahian-perkelahian yang dilakoninya.

Mao Tse Tung sang pemimpim komunis terbesar di China, juga pembunuh massal jutaan kaum terpelajar dan seniman tewas dibunuh dan dihukum kerja paksa dalam Revolusi Kebudayaan 1965. Mao kecil pernah bersekolah di sekolah yang didirikan oleh para missionaris dari Eropa, karena suatu hal Mao dimaki oleh salah satu Pastor dengan makian yang rasialis “anjing kuning!” dan mulai saat itu Mao tidak pernah kembali ke sekolah itu. Membenci kaum agamawan.

Menurut Profesor Sigmund Freud (1856-1939) ahli psikoanalisis dari Jerman menyatakan “the civilized adult is the result of his childhood (orang dewasa yang beradab adalah hasil dari masa kecilnya). Dalam psikoanalisis sehingga menegaskan pepatah lama: the child is father of the man (anak adalah ayah dari orang dewasa). Ini berarti masa kanak-kanak Kamu, masa remaja Kamu ini dapat dijadikan acuan masa depan Kamu kelak. Tingkah lakumu di masa dewasa tercermin dari Kamu memperoleh perlakuan di masa kana-kanak, remaja. Kalau masa kanak-kanak, remaja memperoleh kasih sayang maka masa dewasa Kamu akan menjadi penyayang. Masa kanak-kanak, remaja Kamu biasa berbohong, mencuri maka masa dewasa Kamu bisa jadi koruptor atau penjahat. Jadi kalau orang tua Kamu, guru Kamu mendidik dengan salah maka kelak dewasa Kamu akan cenderung berbuat salah. Baik buruknya Kamu tergantung bagaimana orang tua memperlakukan kamu di masa kanak-kanak, remaja. Kamu dapat perlakuan baik akan mencari kompensasi yang baik dan Kamu mendapat perlakuan buru akan mencari kompensasi dengan buruk.

Pada Shahih al-Bukhari, kitab al-Jana’iz, bab Ma Qila fi Aulad al- Musyrikin. “ Telah menceritakan kepada Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?”

Maka Dorothy Law Nolte (12 Januari 1924 – 6 November 2005) seorang penulis Amerika dan konselor keluarga. Dia menulis sebuah puisi tentang anak: “Children Learn What They Live” (Anak Belajar Dari Perlakuan yang Dialaminya).

Anak Belajar Dari Perlakuan yang Dialaminya

Jika anak dibesarkan dengan celaan, dia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan/kekerasan, dia belajar membenci
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, dia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, dia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, dia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, dia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, dia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, dia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, dia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, dia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, dia pun belajar menemukan cinta dalam kehidupan 


Refererensi :

Dorothy Law Nolte, Rachel Harris LCSW,. Children Learn What They Live: Parenting to Inspire Values. Workman Publishing Company, 1998.

Sigmund Freud (1856-1939). Totem dan Taboo. 1918,  http://www.bartleby.com/281/6.html

Shahih al-Bukhari, kitab al-Jana’iz, bab Ma Qila fi Aulad al- Musyrikin.

Talk about “Child Abuse:,  http://youtu.be/cqpEFMxwGQ8

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas ,  Benito Mussolinihttp://id.wipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar