oleh: Guruvalah
Jika kamu masih anak-anak, remaja
dan belum menjadi orang dewasa maka saatnya Kamu mengingatkan orang tua Kamu,
Guru kamu atau orang-orang yang dianggap tua dan dewasa disekeliling Kamu untuk
memperlakukan dirimu sebagai anak-anak, remaja dengan penuh kasih sayang.
Mintalah mereka untuk
memperlakukan anak-anak dan remaja dengan kasih sayang, damai, sopan dan tanpa
kekerasan baik fisik maupun psikis. Pasalnya perlakuan yang salah terhadap anak
bisa berakibat fatal pada masa depan mereka. Anak-anak memperoleh perlakuan
tidak manusiawi akan menimbulkan trauma masa kecil yang kelak masa dewasa bisa
meledak untuk melakukan balas dendam.
Ada 2 kata yang perlu kamu kenal
yaitu “child abuse”, kata ini bisa berarti perlakuan salah terhadap anak.
Dimana orang-orang dewasa memperlakukan anak dengan cara yang salah seperti
menggunakan kekerasan dan kasar misalnya mencaci maki anak, menendang,
menghina, menempeleng, mengolok-olok, mencap sebagai anak bodoh, anak nakal.
Child abuse adalah sebuah tragedi dalam kehidupan. Luka fisik bisa terobati,
tetapi luka batin meninggalkan jejak panjang seumur hidup yang mau tidak mau
membutuhkan bimbingan yang akurat. Child abuse sebagai bagian kekerasan dalam
rumah tangga bisa mengakibatkan banyak parut gangguan emosional. Pribadi korban
menjadi rapuh, citra diri yang buruk, marah, sedih, bingung, penuh kecemasan,
depresi, dan lainnya.
Fakta menunjukkan bahwa anak-anak
yang mengalami Child abuse (perlakuan
salah terhadap anak) maupun masa kecil yang kurang bahagia kelak jika dewasa
maka akan mencari kompensasi. Dalam dunia psikologi kompensasi berarti
pencarian kepuasan dalam suatu bidang untuk memperoleh keseimbangan dari
kekecewaan dalam bidang lain. Sekali lagi anak-anak memperoleh perlakuan tidak
manusiawi, masa kecil tidak puas sebagai anak yang masih perlu kasih sayang
maka akan menimbulkan trauma masa kecil yang kelak masa dewasa begitu punya
kesempatan akan mencari kompensasi yaitu balas dendam. Mari kita lihat
contohnya:
Adolf Hitler sang pembunuh
berdarah dingin dengan bendera NAZI-nya mencatat sejarah yang suram bagi
Jerman. Semasa kecil Hitler adalah seorang anak yang tertolak, ayahnya sangat
membencinya dan menganggap perilakunya yang “antisosial” itu sebuah kutukan
karena Ayah Hitler mengawini keponakannya sendiri.
Benito Amilcare Andrea Mussolini
(29 Juli 1883-28 April 1945) adalah seorang diktator Italia pada periode
1922-1943. Saat menjadi perdana menteri, Mussolini mengurangi pengaruh hakim,
memberangus kebebasan pers, menangkap lawan politik, melegalkan kekerasan skuad
fasis dan mengkonsolidasikan kekuasaannya. Namun, ia terus bekerja dalam sistem
parlementer setidaknya sampai Januari 1925 ketika ia menyatakan dirinya
diktator Italia. Mussolini melarang partai-partai oposisi, menendang lebih dari
100 anggota parlemen, mengembalikan hukuman mati untuk kejahatan politik,
mengerahkan polisi rahasia dan menghapuskan pemilu. Ia dipaksa mundur dari
jabatan Perdana Menteri Italia pada 28 Juli 1943 setelah serangkaian kekalahan
Italia di Afrika. Setelah ditangkap, ia diisolasi. Dua tahun kemudian, ia
dieksekusi di Como, Italia utara. Mussolini kecil mempunyai reputasi sebagai
anak yang suka berkelahi dan mem-bully. Pada usia 10 tahun ia diusir dari
asrama karena menusuk teman sekelasnya dan di sekolah berikutnya ia kembali
melakukan penusukan. Ia juga mengaku pernah menikam lengan pacarnya dengan
pisau. Ia memimpin geng anak laki-laki untuk mencuri di perkebunan dan akhirnya
ia mahir menggunakan pedang dalam perkelahian-perkelahian yang dilakoninya.
Mao Tse Tung sang pemimpim
komunis terbesar di China, juga pembunuh massal jutaan kaum terpelajar dan
seniman tewas dibunuh dan dihukum kerja paksa dalam Revolusi Kebudayaan 1965.
Mao kecil pernah bersekolah di sekolah yang didirikan oleh para missionaris
dari Eropa, karena suatu hal Mao dimaki oleh salah satu Pastor dengan makian
yang rasialis “anjing kuning!” dan mulai saat itu Mao tidak pernah kembali ke
sekolah itu. Membenci kaum agamawan.
Menurut Profesor Sigmund
Freud (1856-1939) ahli psikoanalisis dari Jerman menyatakan “the civilized
adult is the result of his childhood (orang dewasa yang beradab adalah hasil
dari masa kecilnya). Dalam psikoanalisis sehingga menegaskan pepatah lama: the
child is father of the man (anak adalah ayah dari orang dewasa). Ini berarti
masa kanak-kanak Kamu, masa remaja Kamu ini dapat dijadikan acuan masa depan
Kamu kelak. Tingkah lakumu di masa dewasa tercermin dari Kamu memperoleh
perlakuan di masa kana-kanak, remaja. Kalau masa kanak-kanak, remaja memperoleh
kasih sayang maka masa dewasa Kamu akan menjadi penyayang. Masa kanak-kanak,
remaja Kamu biasa berbohong, mencuri maka masa dewasa Kamu bisa jadi koruptor
atau penjahat. Jadi kalau orang tua Kamu, guru Kamu mendidik dengan salah maka
kelak dewasa Kamu akan cenderung berbuat salah. Baik buruknya Kamu tergantung bagaimana
orang tua memperlakukan kamu di masa kanak-kanak, remaja. Kamu dapat perlakuan
baik akan mencari kompensasi yang baik dan Kamu mendapat perlakuan buru akan
mencari kompensasi dengan buruk.
Pada Shahih al-Bukhari, kitab
al-Jana’iz, bab Ma Qila fi Aulad al- Musyrikin. “ Telah menceritakan kepada
Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari Az-zuhriyyi dari Abu
Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi SAW bersabda: setiap
anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang
ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat
ada cacat padanya?”
Maka Dorothy Law Nolte (12
Januari 1924 – 6 November 2005) seorang penulis Amerika dan konselor keluarga.
Dia menulis sebuah puisi tentang anak: “Children Learn What They Live”
(Anak Belajar Dari Perlakuan yang Dialaminya).
Anak Belajar Dari Perlakuan yang Dialaminya
Jika anak dibesarkan dengan celaan, dia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan/kekerasan, dia belajar membenci
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, dia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, dia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, dia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, dia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, dia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, dia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, dia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, dia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, dia pun belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan/kekerasan, dia belajar membenci
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, dia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, dia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, dia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, dia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, dia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, dia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, dia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, dia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, dia pun belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Refererensi :
Dorothy Law Nolte, Rachel Harris LCSW,. Children Learn
What They Live: Parenting to Inspire Values. Workman Publishing Company,
1998.
Sigmund Freud (1856-1939). Totem dan Taboo.
1918, http://www.bartleby.com/281/6.html
Shahih al-Bukhari, kitab al-Jana’iz, bab Ma Qila fi Aulad
al- Musyrikin.
Talk about “Child Abuse:, http://youtu.be/cqpEFMxwGQ8
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas , Benito
Mussolini, http://id.wipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar