Penulis : Azizatul F, Jumiyah, Kastini, Mutmainah, Siti Widi
Pertiwi
A. Latar
Belakang
Pendidikan anak usia dini menjadi pendidikan yang penting bagi
seorang anak. Hal ini berkaitan dengan masa pertumbuhan dan perkembangan otak
anak yang sudah mencapai 80% pada usia 6 tahun. Pada usia tersebut segala
sesuatu yang diterima anak akan dapat memberikan bekas yang kuat dan tahan
lama. Kesalahan dalam mendidik anak akan memberikan efek negatif jangka panjang
yang sulit diperbaiki.[1] Dengan demikian penting untuk mengembangkan bangsa
yang cerdas, bermain, bertakwa, serta berbudi luhur hendaklah dimulai dari
PAUD. Namun demikian anak perlu dikembangkan potensi yang ada di dalam dirinya
dengan perlakuan yang penuh kasih sayang, rasa aman dan penghargaan dengan
menghindari tindakan bullying (perundungan) yang akan mengganggu psikologis
(kejiwaan) anak.
Berdasarkan data komunitas anak muda yang berfokus pada gerakan
anti-bullying "Sudah Dong", sekitar 90 persen pelajar kelas 4 SD
sampai 2 SMP melaporkan mereka telah menjadi korban bullying di sekolahnya.
Bahkan 10 persen siswa keluar atau pindah sekolah karena menghindari
perundungan.[2]
Bullying atau tindakan menyakiti orang lain demi kepentingan
diri sendiri sudah lama dikenal di Indonesia. Biasanya korbannya anak kecil
oleh orang dewasa. Namun, siapa sangka bahwa ini telah adabahkan di tingkat
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Demikian disampaikan langsung oleh Sekretaris
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Maria Advianti saat dihubungi
Liputan6.com, Selasa (25/3/2014). "KPAI bahkan pernah menerima laporan,
salah satu anak playgrup ada yang pernah menerima perilaku kekerasan dari
temannya. [3]
Kasus pelecehan anak di JIS berawal pada Maret 2014 lalu. Kala
itu, seorang murid di TK JIS diyakini diperkosa beramai-ramai oleh beberapa
petugas kebersihan. Orang tua murid mengajukan gugatan dan meminta ganti rugi
US$12,5 juta terhadap JIS. Kemudian pada Juni 2014 muncul kasus kedua, ketika
orang tua murid mengklaim bahwa anak mereka menjadi korban pelecehan seksual.
Kasus kedua inilah yang menjerat Neil dan Ferdi, dua guru di JIS. Tidak lama
kemudian ibu korban dari kasus pertama juga menyatakan bahwa Neil dan Ferdi
melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya. Kasus berkembang dan nilai ganti
rugi naik tajam menjadi US$125 juta. [4]
Kata bullying dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai perundungan
atau penindasan merupakan segala bentuk penindasan yang dilakukan dengan
sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap
orang lain, bertujuan untuk menyakiti dan
dilakukan secara terus menerus
Bullying terhadap anak yang terjadi di Indonesia bukan fenomena
yang baru di lingkungan sekolah, tempat tinggal dan lingkungan bermain anak.
Menurut Ken Rigby dalam Ponny Retno Astuti, bullying merupakan hasrat untuk
menyakiti, yang diaktualisasikan dalam aksi sehingga menyebabkan seorang
individu atau kelompok menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh
seseorang ataupun kelompok yang lebih kuat, biasanya kejadiannya berulangkali
dan pelaku tersebut melakukan bullying dengan perasaan senang.[5]
Bullying yang dialami anak-anak adalah perlakuan yang akan
berdampak jangka panjang dan akan menjadi mimpi buruk yang tidak pernah hilang
dari ingatan anak yang menjadi korban. Menurut Pinky Saptandari dalam Bagong
Suyanto, dampak yang dialami anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan
biasanya kurangnya motivasi atau harga diri, mengalami problem kesehatan
mental, mimpi buruk, memiliki rasa ketakutan dan tidak jarang tindak kekerasan
terhadap anak juga berujung pada terjadinya kematian pada korban.[6]
B.
Hakikat Bullying
Kata bullying dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah
perundungan. Perundungan berasal dari kata merundung, menurut KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia), merundung artinya mengganggu; mengusik terus-menerus;
menyusahkan.[7]
Bullying menurut Pearce dalam
kutipan Astuti, didefinisikan sebagai suatu perilaku yang tidak dapat
diterima; kegagalan untuk mengatasi tindakan bullying akan menyebabkan tindakan
agresi yang lebih jauh. Menurut Ken Rigby bullying merupakan sebuah hasrat untuk
menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi menyebabkan seseorang
menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seorang individu atau
kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan
dilakukan dengan perasaan senang.[8]
Bullying adalah sebuah situasi terjadinya penyalahgunaan
kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak
yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah
dengan sengaja dan berulang-ulang. Pihak yang kuat bisa berarti kuat dalam hal
fisik tapi juga kuat secara mental. Dalam hal ini sang korban bullying tidak
mampu membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik
atau mental.[9] Hal penting disini bukan sekedar tindakan yang dilakukan,
tetapi dampak yang ditimbulkan akibat tindakan tersebut terhadap korbannya.
Misalnya, seorang siswa mendorong bahu temannya dengan kasar. Bila yang
didorong merasa terintimidasi apalagi bila tindakan tersebut dilakukan
berulang-ulang, maka perilaku bullying telah terjadi. Bila siswa yang didorong
tidak merasa takut atau terintimidasi maka tindakan tersebut belum dapat
dikatakan bullying. Istilah bullying datang dari bahasa Inggris, diilhami kata
bull yang berarti “banteng” yang menyeruduk kesana-kesini. [10]
Dapat disimpulkan bahwa bullying adalah situasi dimana pihak
yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah
dengan sengaja dan berulang-ulang. Pihak yang kuat disini bisa berarti kuat
dalam hal fisik dan juga bisa kuat secara mental.
Astuti membagi bullying terbagi kedalam dua jenis yaitu,
pertama, bullying secara fisik terkait dengan suatu tindakan yang dilakukan
pelaku terhadap korbannya dengan cara memukul, menggigit, menendang dan
mengintimidasi korban di ruangan dengan mengitari, mencakar, mengancam. Kedua,
bullying secara non-fisik terbagi menjadi dalam dua bentuk yaitu verbal dan
non-verbal. Bullying verbal dilakukan dengan cara mengancam, berkata yang tidak
sopan kepada korban, menyebar luaskan kejelekan korban, pemalakan yang
dilakukan oleh pelaku bullying terhadap korbannya. Bullying non-verbal
dilakukan dengan cara menakuti korban, melakukan gerakan kasar seperti memukul,
menendang, melakukan hentakan mengancam kepada korban, memberikan muka
mengancam, mengasingkan korban dalam pertemanan.[11]
Menurut Sejiwa (2008 : 2-5) dikemukakan bahwa bentuk bullying
dibagi menjadi 3, yaitu bullying fisik, bullying verbal dan bullying mental/
psikologis. Berikut ini penjelasan dari masing-masing bentuk bullying :[12]
1. Bullying fisik. Bullying fisik adalah bullying yang tampak
secara mata dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu yang menimbulkan
luka fisik pada korban bahkan kematian. Contoh bullying fisik misalnya
menampar, memukul, meludahi, menjegal, menghukum dengan push up, menendang,
menjewer, menjambak. Akibat bullying fisik ini bisa dilihat pada bagian tubuh
korban, seperti memar, lebam, berdarah.
2. Bullying verbal. Bullying verbal merupakan bentuk bullying
melalui kata-kata kasar atau kata-kata yang menyakiti perasaan korban. Contoh
bullying verbal misalnya memaki, menghina, memfitnah, menyebar gosip, menuduh,
menyoraki di depan umum. Dampak bullying verbal memang tidak bisa dilihat,
namun meninggalkan luka di hati korban.
3. Bullying psikologis. Bullying psikologis adalah bullying yang
paling susah dikenali tetapi membawa dampak paling berbahaya. Bullying
dilakukan melalui tindakan ataupun perkataan yang bertujuan melukai perasaan
korban. Contoh bullying ini misalnya mempermalukan di depan umum, mengucilkan,
memelototi, mencibir, meneror lewat sms. Korban yang tidak tahan karena
bullying secara psikologis bisa melakukan tindak percobaan bunuh diri.
Sedang Andri Priyatna
memaparkan bentuk bullying, yaitu : a) Fisikal : memukul, menendang,
mendorong, merusak benda milik korban; b). Verbal : mengolok-olok nama
panggilan, mengancam, menakut-nakuti; c). Sosial : menyebar gosip,
mempermalukan di depan umum[13]
Jadi bullying bisa dilakukan
dalam bentuk fisik dan non fisik. Bullying fisik misalnya menggigit, memukul,
menendang, mencakar dan sebagainya. Sedangkan bullying non fisik meliputi
bullying verbal dan bullying non verbal (psikologis) seperti memaki, menghina,
mempermalukan di depan umum, mengancam dan sebagainya.
Menurut Astuti, bullying
merupakan permasalahan penting dan banyak terjadi di lingkungan bermain anak
dan lingkungan sekolah.[14] Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi
korban bullying, pertama perbedaan ekonomi, agama dan gender. Lingkungan
sekolah yang kurang baik dapat menjadi penyebab terjadinya bullying dikalangan
siswa, guru memberikan contoh yang kurang baik pada siswa dapat menjadi faktor
yang sangat memengaruhi siswa untuk melakukan kekerasan dan karakter anak yang
dapat menyebabkan terjadinya bullying.[15]
C.
Ciri-Ciri Perilaku Bullying
Menurut Astuti, ciri-ciri pelaku bullying antara lain: a). Hidup
berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah; b). Menempatkan diri di tempat tertentu di
sekolah dan sekitarnya; c). Seorang yang populer di sekolah: d). Gerak-geriknya
seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata
kasar, menyepelekan atau melecehkan
Sedang ciri korban bullying menurut Astuti antara lain: a).
Pemalu, pendiam, penyendiri; b). Bodoh
atau dungu; c). Mendadak menjadi
penyendiri atau pendiam; d). Sering
tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas; e). Berperilaku aneh atau tidak biasa (marah
tanpa sebab, mencoret-coret, dan lain-lain). [16]
Menurut Andri Priyatna,
seseorang atau sekelompok orang yang menjadi pelaku bullying memiliki
ciri-ciri: a). Impulsif, mudah emosi; b). Mudah frustasi; c). Kurang memiliki
empati pada orang lain, d). Sulit mengikuti aturan, e). Memandang kekerasan
sebagai sesuatu yang wajar. [17]
D.
Dampak Psikologis Korban Bullying
Dampak psikologis (menyangkut kejiwaan) bagi anak korban
bullying adalah: [18]
1. Menurut Elliot dalam Astuti, bullying memiliki dampak negatif
bagi perkembangan karakter anak baik bagi si korban maupun pelaku, sementara
kegagalan untuk mengatasi tindakan bullying akan menyebabkan agresi lebih jauh.
2. Menurut Rigby dalam Astuti, Akibat bullying pada diri korban
timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku, kondisi ini menyebabkan korban
mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri (self-esteem) yang
merosot, malu, trauma, tak mampu menyerang balik, merasa sendiri, serba salah
dan takut sekolah (school phobia), dimana ia merasa tak ada yang menolong.
3. Astuti juga mengemukakan bahwa korban akan mengasingkan diri
dari sekolah, menderita ketakutan sosial (social phobia), bahkan menurut Filed,
cenderung ingin bunuh diri.
4. Menurut sejiwa), gejala-gejala yang ditunjukkan akibat
bullying adalah mengurung diri, menangis, minta pindah sekolah, konsentrasi
anak berkurang, prestasi belajar menurun, tidak mau bermain/ bersosialisasi,
anak jadi penakut, gelisah, mudah marah, mudah tersinggung, sensitif dan rendah
diri.[19]
Sejalan dengan itu Sejiwa menyatakan bahwa orang tua serta guru
hendaknya dapat segera memahami gejala-gejala yang tampak jika anak menjadi
korban bullying, antara lain : a). Minta pindah sekolah; b). Konsentrasi anak
berkurang, c). Prestasi belajar menurun; d). Tidak mau bermain atau
bersosialisasi; e). Anak jadi penakut; f). Gelisah, g). Memar atau lebam-lebam;
h). Menjadi pendiam, sensitif, rendah diri, suka menyendiri, dan tidak percaya
diri. [20]
Dalam agama Islam bullying sangat di larang karena sangat merugikan
orang lain. Dalam QS Al Hujarat ayat 11 :
yang artinya :
“ Hai
orang - orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
Dan jangan pula suka sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh
jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri
dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang
tidakberbat, maka mereka itulah orang-orang zalim”.
E.
Kesimpulan
1. Bullying adalah situasi dimana pihak yang kuat menekan,
memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan
berulang-ulang. Pihak yang kuat disini bisa berarti kuat dalam hal fisik dan
juga bisa kuat secara mental.
2. Ciri pelaku bullying: impulsif, mudah emosi, mudah frustasi; kurang empati pada orang
lain, sulit mengikuti aturan, memandang kekerasan sebagai sesuatu yang wajar.
Ciri korban bullying : pemalu, pendiam,
bodoh atau dungu, mendadak menjadi penyendiri atau pendiam, sering tidak
masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas, berperilaku aneh atau tidak
biasa.
3. Dampak psikologis bullying : tertekan, kondisi ini
menyebabkan korban mengalami kesakitan fisik dan psikologis, tidak percaya
diri, malu, trauma, merasa sendiri, takut sekolah, ingin bunuh diri.
F.
Saran
1. Disarankan agar guru dapat mensosialisasi pencegahan bullying
kepada orang tua/wali siswa yang berkaitan dengan Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 76C UU
No. 35 Th. 2014 : Setiap orang dilarang menempatkan membiarkan, melakukan,
menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak. Pasal
80 (1) UU No. 35 Th. 2014 : Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh
puluh dua juta rupiah)
2. Disarankan agar
guru/orang tua dalam
mencegah bullying untuk
dapat mengajarkan cinta kasih pada sesama, gunakan kedekatan emosionil
kepada anak, membangun rasa percaya diri, memupuk keberanian dan ketegasan,
kembangkan kemampuan bersosialisasi, ajarkan etika, teguran yang mendidik dan
tanamkan nilai-nilai Islam.
Daftar
Pustaka
Andri Priyatna. Let’s End
Bullying. Memahami, Mencegah dan Mengatasi Bullying. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2010
Bagong Suyanto, Masalah
Sosial Anak, Jakarta :Kencana Prenanda Media Group, 2010
http://health.liputan6.com/read/2411056/banyak-ditemukan-kasus-bullying-pada-anak-ini-3-penyebabnya diakses tanggal 18 Juni 2017
http://health.liputan6.com/read/2027629/rupanya-kasus-bully-sudah-ada-sejak-di-pendidikan-usia-dini diakses tanggal 18 Juni 2017
diakses tanggal 18 Juni 2017
https://kbbi.web.id/rundung diakses pada
tanggal 18 Juni 2017
Ponny Retno Astuti, Meredam
Bullying: 3 Cara Efektif Mmengatasi Kekerasan Pada Anak, Jakarta: PT
Grasindo, 2008
Sejiwa, Bullying: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru. Mengatasi
Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan,
Jakarta: Grasindo, 2008
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005
________________________________________
[1] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), h. 2
[2] http://health.liputan6.com/read/2411056/banyak-ditemukan-kasus-bullying-pada-anak-ini-3-penyebabnya
[3] http://health.liputan6.com/read/2027629/rupanya-kasus-bully-sudah-ada-sejak-di-pendidikan-usia-dini
[4]
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/04/150402_vonis_jis_bantleman
[5] Ponny Retno Astuti, Meredam
Bullying: 3 Cara Efektif Mmengatasi Kekerasan Pada Anak (Jakarta:PT
Grasindo, 2008), h. 3.
[6] Bagong Suyanto, Masalah
Sosial Anak, (Jakarta :Kencana Prenanda Media Group, 2010), hlm. 102.
[7] https://kbbi.web.id/rundung
diakses pada tanggal 5 Nopember 2017
[8] Ponny Retno Astuti,
Meredam Bullying: 3 Cara ... h. 3.
[9] Sejiwa, Bullying: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru.
Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan.( Jakarta: Grasindo, 2008).
h. 2
[10] Sejiwa, Bullying: Panduan Bagi Orang Tua .., h.
2
[11] Ponny Retno Astuti, Meredam
Bullying: 3 Cara,,, h. 22
[12] Sejiwa, Bullying:
Panduan Bagi Orang Tua .., h. 2-5
[13] Andri Priyatna. Let’s
End Bullying. Memahami, Mencegah dan Mengatasi Bullying. (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2010), h. 10
[14] Ponny Retno Astuti, Meredam
Bullying: 3 Cara...h. 4.
[15] Ponny Retno Astuti, Meredam
Bullying: 3 Cara .., h. 51
[16] Ponny Retno Astuti, Meredam
Bullying: 3 Cara .., h. 55
[17] Andri Priyatna. Let’s
End Bullying. Memahami ..., h. 140
[18] Ponny Retno Astuti, Meredam
Bullying: 3 Cara .., h. 10-11
[19] Sejiwa, Bullying: Panduan Bagi Orang Tua..., h. 12
[20] Sejiwa, Bullying: Panduan Bagi Orang Tua..., h. 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar