Sabtu, 21 Oktober 2017

Dampak Psikologis Bullying

Penulis : Azizatul F, Jumiyah, Kastini, Mutmainah, Siti Widi Pertiwi

A. Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini menjadi pendidikan yang penting bagi seorang anak. Hal ini berkaitan dengan masa pertumbuhan dan perkembangan otak anak yang sudah mencapai 80% pada usia 6 tahun. Pada usia tersebut segala sesuatu yang diterima anak akan dapat memberikan bekas yang kuat dan tahan lama. Kesalahan dalam mendidik anak akan memberikan efek negatif jangka panjang yang sulit diperbaiki.[1] Dengan demikian penting untuk mengembangkan bangsa yang cerdas, bermain, bertakwa, serta berbudi luhur hendaklah dimulai dari PAUD. Namun demikian anak perlu dikembangkan potensi yang ada di dalam dirinya dengan perlakuan yang penuh kasih sayang, rasa aman dan penghargaan dengan menghindari tindakan bullying (perundungan) yang akan mengganggu psikologis (kejiwaan) anak.

Berdasarkan data komunitas anak muda yang berfokus pada gerakan anti-bullying "Sudah Dong", sekitar 90 persen pelajar kelas 4 SD sampai 2 SMP melaporkan mereka telah menjadi korban bullying di sekolahnya. Bahkan 10 persen siswa keluar atau pindah sekolah karena menghindari perundungan.[2]

Bullying atau tindakan menyakiti orang lain demi kepentingan diri sendiri sudah lama dikenal di Indonesia. Biasanya korbannya anak kecil oleh orang dewasa. Namun, siapa sangka bahwa ini telah adabahkan di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Demikian disampaikan langsung oleh Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Maria Advianti saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (25/3/2014). "KPAI bahkan pernah menerima laporan, salah satu anak playgrup ada yang pernah menerima perilaku kekerasan dari temannya. [3]

Kasus pelecehan anak di JIS berawal pada Maret 2014 lalu. Kala itu, seorang murid di TK JIS diyakini diperkosa beramai-ramai oleh beberapa petugas kebersihan. Orang tua murid mengajukan gugatan dan meminta ganti rugi US$12,5 juta terhadap JIS. Kemudian pada Juni 2014 muncul kasus kedua, ketika orang tua murid mengklaim bahwa anak mereka menjadi korban pelecehan seksual. Kasus kedua inilah yang menjerat Neil dan Ferdi, dua guru di JIS. Tidak lama kemudian ibu korban dari kasus pertama juga menyatakan bahwa Neil dan Ferdi melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya. Kasus berkembang dan nilai ganti rugi naik tajam menjadi US$125 juta. [4]

Kata bullying dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai perundungan atau penindasan merupakan segala bentuk penindasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, bertujuan untuk menyakiti dan  dilakukan secara terus menerus

Bullying terhadap anak yang terjadi di Indonesia bukan fenomena yang baru di lingkungan sekolah, tempat tinggal dan lingkungan bermain anak. Menurut Ken Rigby dalam Ponny Retno Astuti, bullying merupakan hasrat untuk menyakiti, yang diaktualisasikan dalam aksi sehingga menyebabkan seorang individu atau kelompok menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang ataupun kelompok yang lebih kuat, biasanya kejadiannya berulangkali dan pelaku tersebut melakukan bullying dengan perasaan senang.[5]

Bullying yang dialami anak-anak adalah perlakuan yang akan berdampak jangka panjang dan akan menjadi mimpi buruk yang tidak pernah hilang dari ingatan anak yang menjadi korban. Menurut Pinky Saptandari dalam Bagong Suyanto, dampak yang dialami anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan biasanya kurangnya motivasi atau harga diri, mengalami problem kesehatan mental, mimpi buruk, memiliki rasa ketakutan dan tidak jarang tindak kekerasan terhadap anak juga berujung pada terjadinya kematian pada korban.[6]

B. Hakikat Bullying

Kata bullying dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah perundungan. Perundungan berasal dari kata merundung, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), merundung artinya mengganggu; mengusik terus-menerus; menyusahkan.[7]

Bullying menurut Pearce dalam  kutipan Astuti, didefinisikan sebagai suatu perilaku yang tidak dapat diterima; kegagalan untuk mengatasi tindakan bullying akan menyebabkan tindakan agresi yang lebih jauh. Menurut Ken Rigby bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seorang individu atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.[8]

Bullying adalah sebuah situasi terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang. Pihak yang kuat bisa berarti kuat dalam hal fisik tapi juga kuat secara mental. Dalam hal ini sang korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik atau mental.[9] Hal penting disini bukan sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi dampak yang ditimbulkan akibat tindakan tersebut terhadap korbannya. Misalnya, seorang siswa mendorong bahu temannya dengan kasar. Bila yang didorong merasa terintimidasi apalagi bila tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka perilaku bullying telah terjadi. Bila siswa yang didorong tidak merasa takut atau terintimidasi maka tindakan tersebut belum dapat dikatakan bullying. Istilah bullying datang dari bahasa Inggris, diilhami kata bull yang berarti “banteng” yang menyeruduk kesana-kesini. [10]

Dapat disimpulkan bahwa bullying adalah situasi dimana pihak yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang. Pihak yang kuat disini bisa berarti kuat dalam hal fisik dan juga bisa kuat secara mental.

Astuti membagi bullying terbagi kedalam dua jenis yaitu, pertama, bullying secara fisik terkait dengan suatu tindakan yang dilakukan pelaku terhadap korbannya dengan cara memukul, menggigit, menendang dan mengintimidasi korban di ruangan dengan mengitari, mencakar, mengancam. Kedua, bullying secara non-fisik terbagi menjadi dalam dua bentuk yaitu verbal dan non-verbal. Bullying verbal dilakukan dengan cara mengancam, berkata yang tidak sopan kepada korban, menyebar luaskan kejelekan korban, pemalakan yang dilakukan oleh pelaku bullying terhadap korbannya. Bullying non-verbal dilakukan dengan cara menakuti korban, melakukan gerakan kasar seperti memukul, menendang, melakukan hentakan mengancam kepada korban, memberikan muka mengancam, mengasingkan korban dalam pertemanan.[11]

Menurut Sejiwa (2008 : 2-5) dikemukakan bahwa bentuk bullying dibagi menjadi 3, yaitu bullying fisik, bullying verbal dan bullying mental/ psikologis. Berikut ini penjelasan dari masing-masing bentuk bullying :[12]

1. Bullying fisik. Bullying fisik adalah bullying yang tampak secara mata dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu yang menimbulkan luka fisik pada korban bahkan kematian. Contoh bullying fisik misalnya menampar, memukul, meludahi, menjegal, menghukum dengan push up, menendang, menjewer, menjambak. Akibat bullying fisik ini bisa dilihat pada bagian tubuh korban, seperti memar, lebam, berdarah.

2. Bullying verbal. Bullying verbal merupakan bentuk bullying melalui kata-kata kasar atau kata-kata yang menyakiti perasaan korban. Contoh bullying verbal misalnya memaki, menghina, memfitnah, menyebar gosip, menuduh, menyoraki di depan umum. Dampak bullying verbal memang tidak bisa dilihat, namun meninggalkan luka di hati korban.

3. Bullying psikologis. Bullying psikologis adalah bullying yang paling susah dikenali tetapi membawa dampak paling berbahaya. Bullying dilakukan melalui tindakan ataupun perkataan yang bertujuan melukai perasaan korban. Contoh bullying ini misalnya mempermalukan di depan umum, mengucilkan, memelototi, mencibir, meneror lewat sms. Korban yang tidak tahan karena bullying secara psikologis bisa melakukan tindak percobaan bunuh diri.

Sedang Andri Priyatna  memaparkan bentuk bullying, yaitu : a) Fisikal : memukul, menendang, mendorong, merusak benda milik korban; b). Verbal : mengolok-olok nama panggilan, mengancam, menakut-nakuti; c). Sosial : menyebar gosip, mempermalukan di depan umum[13]

Jadi bullying bisa dilakukan  dalam bentuk fisik dan non fisik. Bullying fisik misalnya menggigit, memukul, menendang, mencakar dan sebagainya. Sedangkan bullying non fisik meliputi bullying verbal dan bullying non verbal (psikologis) seperti memaki, menghina, mempermalukan di depan umum, mengancam dan sebagainya.

Menurut Astuti,  bullying merupakan permasalahan penting dan banyak terjadi di lingkungan bermain anak dan lingkungan sekolah.[14] Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi korban bullying, pertama perbedaan ekonomi, agama dan gender. Lingkungan sekolah yang kurang baik dapat menjadi penyebab terjadinya bullying dikalangan siswa, guru memberikan contoh yang kurang baik pada siswa dapat menjadi faktor yang sangat memengaruhi siswa untuk melakukan kekerasan dan karakter anak yang dapat menyebabkan terjadinya bullying.[15]

C. Ciri-Ciri Perilaku Bullying

Menurut Astuti, ciri-ciri pelaku bullying antara lain: a). Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah;  b). Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah dan sekitarnya; c). Seorang yang populer di sekolah: d). Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan atau melecehkan

Sedang ciri korban bullying menurut Astuti antara lain: a). Pemalu, pendiam, penyendiri;  b). Bodoh atau dungu;  c). Mendadak menjadi penyendiri atau pendiam;  d). Sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas;  e). Berperilaku aneh atau tidak biasa (marah tanpa sebab, mencoret-coret, dan lain-lain). [16]

Menurut Andri Priyatna,  seseorang atau sekelompok orang yang menjadi pelaku bullying memiliki ciri-ciri: a). Impulsif, mudah emosi; b). Mudah frustasi; c). Kurang memiliki empati pada orang lain, d). Sulit mengikuti aturan, e). Memandang kekerasan sebagai sesuatu yang wajar. [17]

D. Dampak Psikologis Korban Bullying

Dampak psikologis (menyangkut kejiwaan) bagi anak korban bullying adalah:  [18]

1. Menurut Elliot dalam Astuti, bullying memiliki dampak negatif bagi perkembangan karakter anak baik bagi si korban maupun pelaku, sementara kegagalan untuk mengatasi tindakan bullying akan menyebabkan agresi lebih jauh.

2. Menurut Rigby dalam Astuti, Akibat bullying pada diri korban timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku, kondisi ini menyebabkan korban mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri (self-esteem) yang merosot, malu, trauma, tak mampu menyerang balik, merasa sendiri, serba salah dan takut sekolah (school phobia), dimana ia merasa tak ada yang menolong.

3. Astuti juga mengemukakan bahwa korban akan mengasingkan diri dari sekolah, menderita ketakutan sosial (social phobia), bahkan menurut Filed, cenderung ingin bunuh diri.

4. Menurut sejiwa), gejala-gejala yang ditunjukkan akibat bullying adalah mengurung diri, menangis, minta pindah sekolah, konsentrasi anak berkurang, prestasi belajar menurun, tidak mau bermain/ bersosialisasi, anak jadi penakut, gelisah, mudah marah, mudah tersinggung, sensitif dan rendah diri.[19]

Sejalan dengan itu Sejiwa menyatakan bahwa orang tua serta guru hendaknya dapat segera memahami gejala-gejala yang tampak jika anak menjadi korban bullying, antara lain : a). Minta pindah sekolah; b). Konsentrasi anak berkurang, c). Prestasi belajar menurun; d). Tidak mau bermain atau bersosialisasi; e). Anak jadi penakut; f). Gelisah, g). Memar atau lebam-lebam; h). Menjadi pendiam, sensitif, rendah diri, suka menyendiri, dan tidak percaya diri. [20]

Dalam agama Islam bullying sangat di larang karena sangat merugikan orang lain. Dalam QS Al Hujarat ayat 11 :

yang artinya :

“ Hai orang - orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula suka sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidakberbat, maka mereka itulah orang-orang zalim”.

E. Kesimpulan

1. Bullying adalah situasi dimana pihak yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang. Pihak yang kuat disini bisa berarti kuat dalam hal fisik dan juga bisa kuat secara mental.

2. Ciri pelaku bullying: impulsif, mudah emosi,  mudah frustasi; kurang empati pada orang lain, sulit mengikuti aturan, memandang kekerasan sebagai sesuatu yang wajar. Ciri korban bullying : pemalu, pendiam,  bodoh atau dungu, mendadak menjadi penyendiri atau pendiam, sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas, berperilaku aneh atau tidak biasa.

3. Dampak psikologis bullying : tertekan, kondisi ini menyebabkan korban mengalami kesakitan fisik dan psikologis, tidak percaya diri, malu, trauma, merasa sendiri, takut sekolah, ingin bunuh diri.

F. Saran

1. Disarankan agar guru dapat mensosialisasi pencegahan bullying kepada orang tua/wali siswa yang berkaitan dengan  Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 76C UU No. 35 Th. 2014 : Setiap orang dilarang menempatkan membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak. Pasal 80 (1) UU No. 35 Th. 2014 : Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan  dan/atau denda paling banyak  Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)

2.  Disarankan  agar  guru/orang  tua  dalam  mencegah  bullying  untuk   dapat mengajarkan cinta kasih pada sesama, gunakan kedekatan emosionil kepada anak, membangun rasa percaya diri, memupuk keberanian dan ketegasan, kembangkan kemampuan bersosialisasi, ajarkan etika, teguran yang mendidik dan tanamkan nilai-nilai Islam.


Daftar Pustaka

Andri Priyatna. Let’s End Bullying. Memahami, Mencegah dan Mengatasi Bullying. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta :Kencana Prenanda Media Group, 2010



diakses tanggal 18 Juni 2017

 https://kbbi.web.id/rundung diakses pada tanggal 18 Juni 2017

Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mmengatasi Kekerasan Pada Anak, Jakarta: PT Grasindo, 2008

Sejiwa,  Bullying: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru. Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan,  Jakarta: Grasindo, 2008

Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005

________________________________________
[1] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), h. 2
[2] http://health.liputan6.com/read/2411056/banyak-ditemukan-kasus-bullying-pada-anak-ini-3-penyebabnya
[3] http://health.liputan6.com/read/2027629/rupanya-kasus-bully-sudah-ada-sejak-di-pendidikan-usia-dini
[4]  http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/04/150402_vonis_jis_bantleman
[5] Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mmengatasi Kekerasan Pada Anak (Jakarta:PT Grasindo, 2008), h. 3.
[6] Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta :Kencana Prenanda Media Group, 2010), hlm. 102.
[7] https://kbbi.web.id/rundung diakses pada tanggal 5 Nopember 2017
[8] Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara ... h. 3.
[9] Sejiwa,  Bullying: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru. Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan.( Jakarta: Grasindo, 2008). h. 2
[10] Sejiwa,  Bullying: Panduan Bagi Orang Tua .., h. 2
[11] Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara,,, h. 22
[12] Sejiwa,  Bullying: Panduan Bagi Orang Tua .., h. 2-5
[13] Andri Priyatna. Let’s End Bullying. Memahami, Mencegah dan Mengatasi Bullying. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), h. 10
[14] Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara...h. 4.
[15] Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara ..,  h. 51
[16] Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara ..,  h. 55
[17] Andri Priyatna. Let’s End Bullying. Memahami ..., h. 140
[18] Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara ..,  h. 10-11
[19] Sejiwa,  Bullying: Panduan Bagi Orang Tua..., h. 12
[20] Sejiwa,  Bullying: Panduan Bagi Orang Tua..., h. 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar