Penulis: Azizatul Fuad, Arbyanti, Nur Aeni, Rusminiati
A. Pendahuluan
Globalisasi
diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan
kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, serta
seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Salah
satu cara untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara
membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sisi-sisi
umum yang ada pada bangsa itu. Pendekatan demikian dapat menghindarkan dari
sikap kabalisme, yaitu penekanan yang terlampau berlebihan pada keunikan serta
ekslusivitas yang esoterik, karena tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang
mutlak berbeda dengan bangsa lain.[1]
Sehubungan
dengan itu kita identitas nasional perlu untuk dipahami dan dijunjung tinggi
oleh bangsa Indonesia dalam kaitan menghadapi era globalisasi. Identitas
nasional (national identity) adalah kepribadian nasional atau jati diri
nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa
yang lain.
Dengan
adanya globalisasi jangan sampai kita tergiur oleh arus global yang menampilkan
pesona negara lain, sehingga kita terlena dan takjub yang pada akhirnya bisa
membuat kita untuk melupakan dan tidak mau mengenal identitas bangsa kita
sendiri. Untuk itu sebgai anak bangsa Indonesia seharusnya kita sudah mengenal
dan mengetahui apa saja identitas nasional bangsa kita.
Indonesia
sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai budaya dan sejarah, yang tentunya
budaya dan sejarah tersebut mempengaruhi semua aspek kehidupan dan memberikan
serta membantu dalam pembentukan pola fikir dan paradigma masyarakat dalam
bernegara dan bertanah air.
Globaliisasi
memiliki watak dinamis, selalu berubah dan membongkar hal-hal yang mapan, oleh
karena itu, perlu kearifan dalam melihat ini namun tanpa menghilangkan
identitas nasional kita. Globalitas atau globalisasi adalah kenyataan yang
tidak mungkin dibendung, sehingga sikap arif sangat diperlukan dalam hal ini.
Globalisasi itu tidak selalu negatif. Kita bisa menikmati HP, komputer,
transportasi dan teknologi canggih lainnya adalah karena globalisasi, bahkan
kita mengenal dan menganut enam agama (resmi pemerintah) adalah proses
globalisasi juga. Sikap kritis dan evaluatif diperlukan dalam menghadapi dua
kekuatan itu.
B. Pengertian Identitas Nasional
Istilah
identitas nasional dapat di samakan dengan identitas kebangsaan secara
etimologis, identitas berasal dari kata “identitas “ dan “nasional “ . kata
identitas berasal dari bahasa inggris identity yang memiliki pengertian harfiah
: kiri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu
sehingga membedakan dengan yang lain dengan demikian, identitas berarti
ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang di miliki seseorang, kelompok,
masyarakat bahkan suatu bangsa sehingga dengan identitas itu bisa membedakannya
dengan yang lain. Kata “nasional”
merujuk pada konsep kebangsaan. Nasional menunjuk pada konsep kebangsaan
nasional menunjuk pada kelompok - kelompok persekutuaan hidup manusia dari
sekadar pengelompokan berdasarkan ras, agama, budaya, bahasa, dan sebagainya
oleh karena itu, identitas nasional lebih merujuk pada identitas bangsa dalam
pengertian politik (political unity). [2]
Sepadan
dengan Azyuamrdi, menyatakan bahwa kata identitas berasal dari bahasa Inggris
Identity yang memiliki pengerian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda aau jatidiri
yang melekat pada seseorang atau sesutau yang membedakan dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri,
kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada
pengertian ini, identitas tidak terbatas pada individu semata tetapi berlaku
pula pada suatu kelompok. Sedang kata nasional merupakan dentitas yang melekat
pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan,
baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan
cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelom[ok inilah yang kenudian disebut
dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya
melahirkan tindakan kelompok (collective action) yang diwujudkan dalam bentuk
orgamisasi-organisasi atau peregerakan-pergerakan yang diwujudkan dalam atribut
nasional [3]
Dengan
demikian identitas nasional adalah ciri, tanda/ jati diri suatu bangsa yang
mempunyai nilai – nilai budaya dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu
bangsa yang menjadikan suatu bangsa itu berbeda dengan bangsa lain dalam
kehidupannya.
Terdapat
suatu parameter yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu adalah menjadi
ciri khas suatu bangsa. Parameter artinya suatu ukuran atau patokan yang dapat
digunakan untuk menyatakan sesuatu itu menjadi khas. Parameter identitas
nasional berarti suatu ukuran yang digunakan untuk menyatakan bahwa identitas
nasional itu menjadi ciri khas suatu bangsa. Beberapa unsur yang menjadi
komponen identitas nasional, meliputi:[4]
1.
Pola perilaku yang nampak dalam kegiatan masyarakat: adat istiadat, tata
kelakuan, kebiasaan. Identitas nasional menggambarkan pola perilaku yang
terwujud melalui aktivitas masyarakat sehari-harinya. Identitas ini menyangkut
adat-istiadat, tata kelakuan, dan kebiasaan. Ramah tamah, hormat kepada orang
tua dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber
dari adat-istiadat dan tata kelakuan.
2.
Lambang-lambang yang merupakan ciri dari bangsa dan secara simbolis
menggambarkan tujuan dan fungsi bangsa. Lambang-lambang negara ini biasanya
dinyatakan dalam undang-undang, seperti Garuda Pancasila, bendera, bahasa, dan
lagu kebangsaan.
3.
Alat-alat pelengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan seperti bangunan,
teknologi, dan peralatan manusia. Identitas yang berasal dari alat perlengkapan
ini seperti bangunan yang merupakan tempat ibadah (borobudur, prambanan,
masjid, dan gereja), peralatan manusia (pakaian adat, teknologi bercocok
tanam), dan teknologi (pesawat terbang, kapal laut, dan lain-lain).
4.
Tujuan yang ingin dicapai suatu bangsa. Identitas yang bersumber dari tujuan ini
bersifat dinamis dan tidak tetap seperti budaya unggul, prestasi dalam bidang
tertentu, seperti di Indonesia dikenal dengan bulu tangkis.
C. Unsur Pembentuk
Identitas Nasional Indonesia
Identitas
nasional Indonesia pada saat ini terbentuk dari enam unsur yaitu sejarah
perkembangan bangsa Indonesia, kebudayaan bangsa Indonesia, suku bangsa, agama,
dan budaya unggul. Namun demikian, unsur-unsur ini tidak statis dan akan
berkembang sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia. Di samping itu, Kondisi
geografis merupakan identitas yang bersifat alamiah. Kedudukan geografis
wilayah negara menunjukkan tentang lokasi negara dalam kerangka ruang, tempat,
dan waktu, sehingga untuk waktu tertentu menjadi jelas batas-batas wilayahnya
di atas bumi. Letak geografis tersebut menentukan corak dan tata susunan ke
dalam dan akan dapat diketahui pula situasi dan kondisi lingkungannya. Bangsa
akan mendapat pengaruh dari kedudukan geografis wilayah negaranya. Letak
geografis ini menjadi khas dimiliki oleh sebuah negara yang dapat membedakannya
dengan negara lain. Berikut ini gambaran umum mengenai unsurunsur pembentuk
tersebut: [5]
1.
Sejarah Bangsa
Indonesia
mengalami kehidupan dalam beberapa situasi dan kondisi sosial yang berbeda
sesuai perubahan jaman. Bangsa Indonesia secara ekonomis dan politik pernah
mencapai era kejayaan di wilayah Asia Tenggara. Kejayaan dalam bidang ekonomi
bangsa Indonesia pada era pemerintahan kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, rakyat
mengalami kehidupan ekonomi yang sejahtera, sedangkan dalam bidang politik
memiliki kekuasaan negara hingga seluruh wilayah nusantara yang meliputi
wilayah jajahan Belanda (sekarang wilayah NKRI) hingga wilayah negara Filipina,
Singapura, Malaysia, bahkan sebagian wilayah Thailand. Realitas perjalanan
sejarah mendorong bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa pejuang yang pantang
menyerah dalam melawan penjajah untuk meraih dan mempertahankan kembali harga
diri, martabatnya sebagai bangsa, selain itu, dipertahankan semua potensi
sumber daya alam yang ada agar tidak terusmenerus dieksplorasi dan
dieksploitasi yang akhirnya dapat menghancurkan kehidupan bangsa Indonesia di
masa datang. Perjuangan bangsa Indonesia terus berlanjut pada perjuangan meraih
dan mempertahankan kemerdakaan bangsa dari penjajah.
2.
Kebudayaan
Aspek
kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional adalah meliputi tiga
unsur, yaitu akal budi, peradaban (civility), dan pengetahuan (knowledge).
Kebudayaan, menurut ilmu sosiologis termasuk kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan adat-istiadat. Kebudayaan sebagai indikator identitas nasional
bukanlah sesuatu yang bersifat individual. Apa yang dilakukan sebagai kebiasaan
pribadi bukanlah suatu kebudayaan. Kebudayaan harus merupakan milik bersama
dalam suatu kelompok, artinya para warganya memiliki bersama sejumlah pola-pola
berpikir dan berkelakuan yang didapat dan dikembangkan melalui proses belajar.
Hal-hal yang dimiliki bersama ini harus menjadi sesuatu yang khas dan unik,
yang akan tetap memperlihatkan diri di antara berbagai kebiasaan-kebiasaan
pribadi yang sangat variatif.
a.
Akal budi adalah sikap dan perilaku yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam
interaksinya antara sesama (horizontal) maupun antara pimpinan dengan staf,
anak dengan orang tua (vertikal), atau sebaliknya. Bentuk sikap dan perilaku
sebagaimana yang tersebut di atas, adalah hormatmenghormati antar sesama, sopan
santun dalam sikap dan tutur kata, dan hormat pada orang tua.
b.
Peradaban (civility), peradaban yang
menjadi identitas nasional bangsa Indonesia adalah dapat dilihat dari beberapa
aspek yang meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan hankam.
Identitas nasional dalam masing-masing aspek yang dimaksud adalah: a) Ideologi
adalah sila-sila dalam Pancasila ; b)
Politik adalah demokrasi langsung dalam pemilu langsung presiden dan wakil
presiden serta kepala daerah tingkat I dan II kabupaten/kota; c) Ekonomi adalah usaha kecil dan koperasi ;
d) Sosial adalah semangat gotong royong, sikap ramah tamah, murah senyum, dan
setia kawan e) Hankam adalah sistem keamanan lingkungan (siskamling), sistem
perang gerilya, dan teknologi kentongan dalam memberikan informasi bahaya, dan
sebagainya
c.
Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan
yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi: a) Prestasi anak bangsa dalam bidang olahraga
bulutangkis dunia, b) Karya anak bangsa dalam bidang teknologi pesawat terbang,
yaitu pembuatan pesawat terbang CN 235, di IPTN Bandung, Jawa Barat, c) Karya
anak bangsa dalam bidang teknologi kapal laut, yaitu pembuatan kapal laut
Phinisi, d) Prestasi anak bangsa dalam menjuarai lomba olimpiade fisika dan
kimia, dan sebagainya
3.
Budaya
Unggul
Budaya unggul adalah semangat dan kultur kita untuk mencapai kemajuan dengan
cara ”kita harus mengubah, kita harus berbuat terbaik, kalau orang lain mampu,
mengapa kita tidak mampu”. Dalam UUD 1945, menyatakan bahwa bangsa Indonesia
berjuang dan mengembangkan dirinya sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat,
bersatu, maju, makmur, serta adil atau berkesejahteraan. Untuk mencapai
kualitas hidup demikian, nilai kemanusiaan, demokrasi dan keadilan dijadikan
landasan ideologis yang secara ideal dan normatif diwujudkan secara konsisten,
konsekuen, dinamis, kreatif, dan bukan indoktriner.
4.
Suku Bangsa
Suku
bangsa, yaitu golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada sejak
lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia
dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa, dan menurut statistik hampir mencapai
300 suku bangsa. Setiap suku mempunyai adat-istiadat, tata kelakuan, dan norma
yang berbeda, namun demikian beragam suku ini mampu mengintegrasikan dalam
suatu negara Indonesia untuk mencapai tujuan yaitu masyarakat yang adil dan
makmur. Identitas nasional dalam aspek suku bangsa adalah adanya suku bangsa
yang majemuk. Majemuk atau aneka ragamnya suku bangsa dimaksud adalah terlihat
dari jumlah suku bangsa lebih kurang 300 suku bangsa dengan bahasa dan dialek
yag berbeda. Populasinya pada tahun 2007 adalah 225 juta jiwa. Dari jumlah
tersebut diperkirakan separuhnya adalah suku bangsa etnis Jawa. Sisanya adalah
suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia di luar Jawa, seperti suku
Makassar-Bugis (3,68%), Batak (2,04%), Bali (1,88%), Aceh (1,4%), dan sukusuku
lainnya. Sedangkan suku bangsa atau etnis Tionghoa hanya berjumlah 2,8% tetapi
menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan mayoritas mereka bermukim di
perkotaan.
5.
Agama
Identitas
nasional dalam aspek agama adalah masyarakat agamis dan memiliki hubungan
antarumat seagama dan antarumat beragama yang rukun. Indonesia merupakan negara
multiagama, karena itu Indonesia dikatakan negara yang rawan disintegrasi
bangsa. Untuk itu menurut Magnis Suseno, salah satu jalan untuk mengurangi
risiko konflik antaragama perlu diciptakan tradisi saling menghormati antara
umat agama yang ada. Indonesia adalah negara yang agamis. Agamaagama yang
tumbuh dan berkembang di Indonesia yakni agama Islam,Kristen Katholik, Kristen
Protestan, Hindu, Budha, dan sejak masa pemerintahan Abdurrahman wahid agama
Kong Hu Cu diakui oleh pemerintah sebagai agama, setelah istilah agama resmi
dihapuskan.
6.
Bahasa
Bahasa
adalah salah satu atribut bangsa di samping sebagai identitas nasional. Bahasa
Indonesia dikenal sebagai bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung
(lingua franca) berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Bahasa melayu
ini pada tahun 1928 ditetapkan oleh pemuda dari berbagai suku bangsa Indonesia
dalam peristiwa Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Bahasa, yakni identitas nasional yang bersumber dari salah satu lambang suatu negara.
Bahasa adalah merupakan satu keistimewaan manusia, khususnya dalam kaitan
dengan hidup bersama dalam masyarakat adalah adanya bahasa. Bahasa manusia
memiliki simbol yang menjadikan suatu perkataan mampu melambangkan arti apa
pun, sekalipun hal atau barang yang dilambangkan artinya oleh suatu kata tidak
hadir di situ. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili
banyaknya suku-suku bangsa atau etnis namun bahasa Melayu dahulu dikenal
sebagai bahasa penghubung berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara.
Selain menjadi bahasa komunikasi di antara suku-suku di nusantara, bahasa
Melayu juga menempati posisi bahasa transaksi perdagangan internasional di
kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia
dengan pedagang asing. Pada tahun 1928 Bahasa Melayu mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Pada tahun tersebut, bahasa Melayu ditetapkan menjadi bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan,
bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional
D. Pengertian
Globalisasi
Globalisasi
sebagai proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan
yang lain atau saling berhubungan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik
dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. Dengan pengertian
yang demikian maka dapat dikatakan bahwa masyarakat dunia hidup dalam satu era
dimana sebagian besar kehidupan mereka sangat ditentukan oleh proses-proses
global.[6]
Globalisasi
secara umum adalah sebuah gambaran tentang semakin ketergantungan diantara
sesama masyarakat dunia baik budaya maupun ekonomi. Istilah globalisasi juga
sering dihubungkan dengan sirkulasi gagasan, bahasa, dan budaya populer yang
melintasi batas negara. Fenomena global ini acap kali disederhanakan oleh
kalangan ahli sebagai gejala kecenderungan dunia menuju sebuah perkampungan
global (global village) dimana interaksi manusia berlangsung tanpa halangan
batas geografis. Hal ini tentunya bagian tak terpisahkan dari kemajuan
teknologi informasi yang menyediakan fasilitas manusia modern untuk menjalin
komuniksasi secara murah dan mudah. Pada saat yang sama, isu-isu dunia di
bidang politik, ekonomi, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM) dengan begitu
cepat dapat memengaruhi situasi yang terjadi di suatu negara.[7]
Proses
globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian
terbuka dan mengglobalnya peran pasar, invesatsi, dan proses produksi dari
perusahaan-perusahaan transnasional, yang kemdian dikuatkan oleh ideology dan
tata dunia perdagangan baru di bawah suatu aturan yang ditetapkan oleh
organisasi perdagangan bebas secara global. Namun, globaisasi muncul bersamaan
dan menjadi bagian fenomena runtunya pembangunan di Asis Timur. Globalisasi
mencoba meyakinkan rakyat miskin di dunia ketiga seolah-olah menjanjukan
kebaikan bagi umat manusia dan keharusan sejarah di masa depan. Namun
globalisasi juga melahirkan kecemasan bagi mereka yang memikirkan pemiskinan
rakyat, marjinalisasi dan persoalan kedailan social. Bersamaan dengan itu
fenomena berkembang pesat muncul yaitu kemajuan bidang telekomunikasi,
elektronik dan bioteknologi yang dikuasai oleh perusahaan transnasional.[8]
E. Keterkaitan
Identitas Nasional dengan Globalisasi
Adanya
Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka atau tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang
telah ada. Nilai-nilai tersebut baik yang bersifat positif maupun yang bersifat
negatif. Ini semua merupakan ancaman,
tantangan dan sekaligus sebagai
peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi, dan berinovasi di segala aspek
kehidupan.
Di
Era Globalisasi pergaulan antar bangsa semakin ketat. Batas antar negara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak
lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antar bangsa yang semakin kental
itu akan terjadi proses alkulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi
antara budaya masing-masing. Yang perlu kita cermati dari proses akulturasi tersebut
apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa
Indoensia. Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor
yaitu :
1.
Semakin menonjolnya sikap individualistis yaitu mengutamakan kepentingan
pribadi diatas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan azas
gotong-royong.
2. Semakin menonjolnya sikap materialistis yang
berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau
keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat
bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Bila hal ini
terjadi berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus
informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap
nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera
dibendung akan berakibat lebih serius dimana pada puncaknya mereka tidak bangga
kepada bangsa dan negaranya.
Pengaruh
negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang
telah ada di dalam masyarakat kita. Jika semua ini tidak dapat dibendung maka
akan mengganggu ketahanan di segala aspek bahkan mengarah kepada kreditabilitas
sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut
kita harus berupaya untuk menciptakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan
nasional dapat terjaga. Dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme
kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional
Dengan
adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan
negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian kecenderungan
munculnya kejahatan yang bersifat transnasional menjadi semakin sering terjadi.
Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain terkait dengan masalah narkotika,
pencucian uang (money laundering),
peredaran dokumen keimigrasian palsu dan terorisme. Masalah-masalah
tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung
tinggi mulai memudar. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya
peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan
moral bangsa khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak
dapat dibendung maka akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala
aspek kehidupan bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai identitas
nasional. [9]
F. Kesimpulan
1.
Identitas nasional adalah ciri, tanda/ jati diri suatu bangsa yang mempunyai
nilai – nilai budaya dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa yang
menjadikan suatu bangsa itu berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.
Kekhasan yang melekat pada sebuah bangsa banyak dikaitkan dengan sebutan
“identitas nasional”. Namun demikian, proses pembentukan identitas nasional
bukan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang terus berkembang dan
kontekstual mengikuti perkembangan zaman.
2.
Unsur-unsur identitas terdiri dari sejarah, kebudayaan, agama, suku Bangsa dan
bahasa.
3.
Globalisasi secara umum bermakna perubahan dalam bentuk semakin bertambahnya
keterkaitan antara masyarakat dan faktor-faktor yang terjadi akibat
transkulturasasi dan perkembangan teknologi modern.
4.,Globalisasi
berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat, namun tidak selalu
negative. Diperlukan kearifan dalam menghadapi globalisasi agar aidentitas
nasional tetap ertahan.
G. Saran
1.
Disarankan agar kita menjaga identitas nasional karena identitas nasional
merupakan karakater dari bangsa Indonesia dan sebagai sarana menjaga keutuhan
NKRI.
2.
Diasarankan agar kita dapat melestarikan unsur-unsur identitas terdiri dari
sejarah, kebudayaan, agama, suku bangsa dan bahasa walaupun kita beragam dari
berbagai suku bangsa. Keberagaman adalah suatu berkah dari Pengatur Alam
Semesta ini, dan sebagai suatu bangsa yang beragama kita seharusnya dapat
menghargai keberagaman global serta dapat memilih serta memilah yang terbaik
untuk diterpakan di Negara tercinta Republik Indonesia. Allah menciptakan
manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah untuk saling kenal-mengenal
untuk bersama-sama mendapatkan gelar taqwa. Hal ini termaktub dalam ayat Suci
al-Qur’an (QS Al-Hujurat:9):
Artinya:
“dan kalau ada dua golongan dari mereka
yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau
yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia
telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu
Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.”
(QS Al-Hujurat:9)
3.
Disarankan agar kita dapat menangkal segala bentuk negative globalisasi dengan
semangat ridha dan cinta kepada Allah maka kita dapat mentransformasikan segala
kaidah agama kedalam budaya dan kita dapat menyesuaikan tindakan-tindakan atau
aksi yang terstruktur lewat kacamata agama, Allah pasti menolong dan
menyelamatkan Bangsa ini dari pengaruh negative arus globalisasi, seperti yang
sebutkan Allah dalam Al-Qur’anul Karim:
Artinya
: “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara
ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang Telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan
Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung”. (QS. Al-Mujaadilah : 22)
Daftar Pustaka
A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, 2003. Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila,
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Azyumardi
Azra, MA, 2015. Pendidikan
Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.
Jakarta: ICCE UIN Jakarta
Budi
Winarno. 2009. Pertarungan Negara vs
Pasar. Yogyakarta: PT. Media Pressindo
Darmaputra,
1988, Pancasila Identitas dan Modernitas:
Tinjauan Etis dan Budaya, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Mansour
Fakih,2000. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Jakarta: Pusataka
Pelajar
Srijanti
dkk, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di
PT: Mengembangkan Etika Berwarga Negara, Jakarta: Salemba Empat. hlm 40
wpurwanis.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35246/Modul+4+Pkn.doc
Winarto,
2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Bumi Aksara, Jakarta.
[1] Darmaputra, 1988, Pancasila Identitas dan Modernitas:
Tinjauan Etis dan Budaya, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. hlm. 1.
[2].Winarto, 2008.
Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Bumi Aksara, Jakarta. hlm.29-31
[3] Azyumardi Azra, MA, 2015. Pendidikan Kewarganegaraan:
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN
Jakarta. hlm. 23.
[4] Srijanti dkk, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di PT:
Mengembangkan Etika Berwarga Negara, Jakarta:
Salemba Empat. hlm 40
[5] Srijanti dkk, Op. Cit. hlm 42-45.
[6] Budi Winarno. 2009. Pertarungan Negara vs Pasar. Yogyakarta:
PT. Media Pressindo. Hlm. 19
[7] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, 2003. Pendidikan
Kewarganegaraan, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatullah. hlm 55
[8] Mansour Fakih,2000.
Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Jakarta: Pusataka Pelajar.
Hlm. 198
[9] wpurwanis.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35246/Modul+4+Pkn.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar