Jumat, 20 Oktober 2017

Identitas Nasional dan Globalisasi

Penulis: Azizatul Fuad, Arbyanti, Nur Aeni, Rusminiati

A. Pendahuluan

Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.

Salah satu cara untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sisi-sisi umum yang ada pada bangsa itu. Pendekatan demikian dapat menghindarkan dari sikap kabalisme, yaitu penekanan yang terlampau berlebihan pada keunikan serta ekslusivitas yang esoterik, karena tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang mutlak berbeda dengan bangsa lain.[1]

Sehubungan dengan itu kita identitas nasional perlu untuk dipahami dan dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia dalam kaitan menghadapi era globalisasi. Identitas nasional (national identity) adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lain.

Dengan adanya globalisasi jangan sampai kita tergiur oleh arus global yang menampilkan pesona negara lain, sehingga kita terlena dan takjub yang pada akhirnya bisa membuat kita untuk melupakan dan tidak mau mengenal identitas bangsa kita sendiri. Untuk itu sebgai anak bangsa Indonesia seharusnya kita sudah mengenal dan mengetahui apa saja identitas nasional bangsa kita.

Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai budaya dan sejarah, yang tentunya budaya dan sejarah tersebut mempengaruhi semua aspek kehidupan dan memberikan serta membantu dalam pembentukan pola fikir dan paradigma masyarakat dalam bernegara dan bertanah air.

Globaliisasi memiliki watak dinamis, selalu berubah dan membongkar hal-hal yang mapan, oleh karena itu, perlu kearifan dalam melihat ini namun tanpa menghilangkan identitas nasional kita. Globalitas atau globalisasi adalah kenyataan yang tidak mungkin dibendung, sehingga sikap arif sangat diperlukan dalam hal ini. Globalisasi itu tidak selalu negatif. Kita bisa menikmati HP, komputer, transportasi dan teknologi canggih lainnya adalah karena globalisasi, bahkan kita mengenal dan menganut enam agama (resmi pemerintah) adalah proses globalisasi juga. Sikap kritis dan evaluatif diperlukan dalam menghadapi dua kekuatan itu.

B.  Pengertian Identitas Nasional

Istilah identitas nasional dapat di samakan dengan identitas kebangsaan secara etimologis, identitas berasal dari kata “identitas “ dan “nasional “ . kata identitas berasal dari bahasa inggris identity yang memiliki pengertian harfiah : kiri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain dengan demikian, identitas berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang di miliki seseorang, kelompok, masyarakat bahkan suatu bangsa sehingga dengan identitas itu bisa membedakannya dengan  yang lain. Kata “nasional” merujuk pada konsep kebangsaan. Nasional menunjuk pada konsep kebangsaan nasional menunjuk pada kelompok - kelompok persekutuaan hidup manusia dari sekadar pengelompokan berdasarkan ras, agama, budaya, bahasa, dan sebagainya oleh karena itu, identitas nasional lebih merujuk pada identitas bangsa dalam pengertian politik (political unity). [2]

Sepadan dengan Azyuamrdi, menyatakan bahwa kata identitas berasal dari bahasa Inggris Identity yang memiliki pengerian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda aau jatidiri yang melekat pada seseorang atau sesutau yang membedakan dengan yang lain.  Dalam terminologi  antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini, identitas tidak terbatas pada individu semata tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Sedang kata nasional merupakan dentitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelom[ok inilah yang kenudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (collective action) yang diwujudkan dalam bentuk orgamisasi-organisasi atau peregerakan-pergerakan yang diwujudkan dalam atribut nasional [3] 

Dengan demikian identitas nasional adalah ciri, tanda/ jati diri suatu bangsa yang mempunyai nilai – nilai budaya dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa yang menjadikan suatu bangsa itu berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.

Terdapat suatu parameter yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu adalah menjadi ciri khas suatu bangsa. Parameter artinya suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu itu menjadi khas. Parameter identitas nasional berarti suatu ukuran yang digunakan untuk menyatakan bahwa identitas nasional itu menjadi ciri khas suatu bangsa. Beberapa unsur yang menjadi komponen identitas nasional, meliputi:[4]

1. Pola perilaku yang nampak dalam kegiatan masyarakat: adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan. Identitas nasional menggambarkan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat sehari-harinya. Identitas ini menyangkut adat-istiadat, tata kelakuan, dan kebiasaan. Ramah tamah, hormat kepada orang tua dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat-istiadat dan tata kelakuan.

2. Lambang-lambang yang merupakan ciri dari bangsa dan secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi bangsa. Lambang-lambang negara ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang, seperti Garuda Pancasila, bendera, bahasa, dan lagu kebangsaan.

3. Alat-alat pelengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan seperti bangunan, teknologi, dan peralatan manusia. Identitas yang berasal dari alat perlengkapan ini seperti bangunan yang merupakan tempat ibadah (borobudur, prambanan, masjid, dan gereja), peralatan manusia (pakaian adat, teknologi bercocok tanam), dan teknologi (pesawat terbang, kapal laut, dan lain-lain).

4. Tujuan yang ingin dicapai suatu bangsa. Identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti budaya unggul, prestasi dalam bidang tertentu, seperti di Indonesia dikenal dengan bulu tangkis.

C. Unsur Pembentuk Identitas Nasional Indonesia

Identitas nasional Indonesia pada saat ini terbentuk dari enam unsur yaitu sejarah perkembangan bangsa Indonesia, kebudayaan bangsa Indonesia, suku bangsa, agama, dan budaya unggul. Namun demikian, unsur-unsur ini tidak statis dan akan berkembang sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia. Di samping itu, Kondisi geografis merupakan identitas yang bersifat alamiah. Kedudukan geografis wilayah negara menunjukkan tentang lokasi negara dalam kerangka ruang, tempat, dan waktu, sehingga untuk waktu tertentu menjadi jelas batas-batas wilayahnya di atas bumi. Letak geografis tersebut menentukan corak dan tata susunan ke dalam dan akan dapat diketahui pula situasi dan kondisi lingkungannya. Bangsa akan mendapat pengaruh dari kedudukan geografis wilayah negaranya. Letak geografis ini menjadi khas dimiliki oleh sebuah negara yang dapat membedakannya dengan negara lain. Berikut ini gambaran umum mengenai unsurunsur pembentuk tersebut: [5]

1. Sejarah Bangsa
Indonesia mengalami kehidupan dalam beberapa situasi dan kondisi sosial yang berbeda sesuai perubahan jaman. Bangsa Indonesia secara ekonomis dan politik pernah mencapai era kejayaan di wilayah Asia Tenggara. Kejayaan dalam bidang ekonomi bangsa Indonesia pada era pemerintahan kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, rakyat mengalami kehidupan ekonomi yang sejahtera, sedangkan dalam bidang politik memiliki kekuasaan negara hingga seluruh wilayah nusantara yang meliputi wilayah jajahan Belanda (sekarang wilayah NKRI) hingga wilayah negara Filipina, Singapura, Malaysia, bahkan sebagian wilayah Thailand. Realitas perjalanan sejarah mendorong bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa pejuang yang pantang menyerah dalam melawan penjajah untuk meraih dan mempertahankan kembali harga diri, martabatnya sebagai bangsa, selain itu, dipertahankan semua potensi sumber daya alam yang ada agar tidak terusmenerus dieksplorasi dan dieksploitasi yang akhirnya dapat menghancurkan kehidupan bangsa Indonesia di masa datang. Perjuangan bangsa Indonesia terus berlanjut pada perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdakaan bangsa dari penjajah.

2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional adalah meliputi tiga unsur, yaitu akal budi, peradaban (civility), dan pengetahuan (knowledge). Kebudayaan, menurut ilmu sosiologis termasuk kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan adat-istiadat. Kebudayaan sebagai indikator identitas nasional bukanlah sesuatu yang bersifat individual. Apa yang dilakukan sebagai kebiasaan pribadi bukanlah suatu kebudayaan. Kebudayaan harus merupakan milik bersama dalam suatu kelompok, artinya para warganya memiliki bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang didapat dan dikembangkan melalui proses belajar. Hal-hal yang dimiliki bersama ini harus menjadi sesuatu yang khas dan unik, yang akan tetap memperlihatkan diri di antara berbagai kebiasaan-kebiasaan pribadi yang sangat variatif.

a. Akal budi adalah sikap dan perilaku yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam interaksinya antara sesama (horizontal) maupun antara pimpinan dengan staf, anak dengan orang tua (vertikal), atau sebaliknya. Bentuk sikap dan perilaku sebagaimana yang tersebut di atas, adalah hormatmenghormati antar sesama, sopan santun dalam sikap dan tutur kata, dan hormat pada orang tua.

b. Peradaban (civility), peradaban yang menjadi identitas nasional bangsa Indonesia adalah dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan hankam. Identitas nasional dalam masing-masing aspek yang dimaksud adalah: a) Ideologi adalah sila-sila dalam Pancasila ;  b) Politik adalah demokrasi langsung dalam pemilu langsung presiden dan wakil presiden serta kepala daerah tingkat I dan II kabupaten/kota;  c) Ekonomi adalah usaha kecil dan koperasi ; d) Sosial adalah semangat gotong royong, sikap ramah tamah, murah senyum, dan setia kawan e) Hankam adalah sistem keamanan lingkungan (siskamling), sistem perang gerilya, dan teknologi kentongan dalam memberikan informasi bahaya, dan sebagainya
c. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi:  a) Prestasi anak bangsa dalam bidang olahraga bulutangkis dunia, b) Karya anak bangsa dalam bidang teknologi pesawat terbang, yaitu pembuatan pesawat terbang CN 235, di IPTN Bandung, Jawa Barat, c) Karya anak bangsa dalam bidang teknologi kapal laut, yaitu pembuatan kapal laut Phinisi, d) Prestasi anak bangsa dalam menjuarai lomba olimpiade fisika dan kimia, dan sebagainya

3. Budaya
Unggul Budaya unggul adalah semangat dan kultur kita untuk mencapai kemajuan dengan cara ”kita harus mengubah, kita harus berbuat terbaik, kalau orang lain mampu, mengapa kita tidak mampu”. Dalam UUD 1945, menyatakan bahwa bangsa Indonesia berjuang dan mengembangkan dirinya sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, bersatu, maju, makmur, serta adil atau berkesejahteraan. Untuk mencapai kualitas hidup demikian, nilai kemanusiaan, demokrasi dan keadilan dijadikan landasan ideologis yang secara ideal dan normatif diwujudkan secara konsisten, konsekuen, dinamis, kreatif, dan bukan indoktriner.

4. Suku Bangsa
Suku bangsa, yaitu golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa, dan menurut statistik hampir mencapai 300 suku bangsa. Setiap suku mempunyai adat-istiadat, tata kelakuan, dan norma yang berbeda, namun demikian beragam suku ini mampu mengintegrasikan dalam suatu negara Indonesia untuk mencapai tujuan yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Identitas nasional dalam aspek suku bangsa adalah adanya suku bangsa yang majemuk. Majemuk atau aneka ragamnya suku bangsa dimaksud adalah terlihat dari jumlah suku bangsa lebih kurang 300 suku bangsa dengan bahasa dan dialek yag berbeda. Populasinya pada tahun 2007 adalah 225 juta jiwa. Dari jumlah tersebut diperkirakan separuhnya adalah suku bangsa etnis Jawa. Sisanya adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia di luar Jawa, seperti suku Makassar-Bugis (3,68%), Batak (2,04%), Bali (1,88%), Aceh (1,4%), dan sukusuku lainnya. Sedangkan suku bangsa atau etnis Tionghoa hanya berjumlah 2,8% tetapi menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan mayoritas mereka bermukim di perkotaan.

5. Agama
Identitas nasional dalam aspek agama adalah masyarakat agamis dan memiliki hubungan antarumat seagama dan antarumat beragama yang rukun. Indonesia merupakan negara multiagama, karena itu Indonesia dikatakan negara yang rawan disintegrasi bangsa. Untuk itu menurut Magnis Suseno, salah satu jalan untuk mengurangi risiko konflik antaragama perlu diciptakan tradisi saling menghormati antara umat agama yang ada. Indonesia adalah negara yang agamis. Agamaagama yang tumbuh dan berkembang di Indonesia yakni agama Islam,Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan sejak masa pemerintahan Abdurrahman wahid agama Kong Hu Cu diakui oleh pemerintah sebagai agama, setelah istilah agama resmi dihapuskan.

6. Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut bangsa di samping sebagai identitas nasional. Bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung (lingua franca) berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Bahasa melayu ini pada tahun 1928 ditetapkan oleh pemuda dari berbagai suku bangsa Indonesia dalam peristiwa Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa, yakni identitas nasional yang bersumber dari salah satu lambang suatu negara. Bahasa adalah merupakan satu keistimewaan manusia, khususnya dalam kaitan dengan hidup bersama dalam masyarakat adalah adanya bahasa. Bahasa manusia memiliki simbol yang menjadikan suatu perkataan mampu melambangkan arti apa pun, sekalipun hal atau barang yang dilambangkan artinya oleh suatu kata tidak hadir di situ. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis namun bahasa Melayu dahulu dikenal sebagai bahasa penghubung berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa komunikasi di antara suku-suku di nusantara, bahasa Melayu juga menempati posisi bahasa transaksi perdagangan internasional di kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan pedagang asing. Pada tahun 1928 Bahasa Melayu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun tersebut, bahasa Melayu ditetapkan menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional

D. Pengertian Globalisasi

Globalisasi sebagai proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling berhubungan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. Dengan pengertian yang demikian maka dapat dikatakan bahwa masyarakat dunia hidup dalam satu era dimana sebagian besar kehidupan mereka sangat ditentukan oleh proses-proses global.[6]

Globalisasi secara umum adalah sebuah gambaran tentang semakin ketergantungan diantara sesama masyarakat dunia baik budaya maupun ekonomi. Istilah globalisasi juga sering dihubungkan dengan sirkulasi gagasan, bahasa, dan budaya populer yang melintasi batas negara. Fenomena global ini acap kali disederhanakan oleh kalangan ahli sebagai gejala kecenderungan dunia menuju sebuah perkampungan global (global village) dimana interaksi manusia berlangsung tanpa halangan batas geografis. Hal ini tentunya bagian tak terpisahkan dari kemajuan teknologi informasi yang menyediakan fasilitas manusia modern untuk menjalin komuniksasi secara murah dan mudah. Pada saat yang sama, isu-isu dunia di bidang politik, ekonomi, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM) dengan begitu cepat dapat memengaruhi situasi yang terjadi di suatu negara.[7]

Proses globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, invesatsi, dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional, yang kemdian dikuatkan oleh ideology dan tata dunia perdagangan baru di bawah suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global. Namun, globaisasi muncul bersamaan dan menjadi bagian fenomena runtunya pembangunan di Asis Timur. Globalisasi mencoba meyakinkan rakyat miskin di dunia ketiga seolah-olah menjanjukan kebaikan bagi umat manusia dan keharusan sejarah di masa depan. Namun globalisasi juga melahirkan kecemasan bagi mereka yang memikirkan pemiskinan rakyat, marjinalisasi dan persoalan kedailan social. Bersamaan dengan itu fenomena berkembang pesat muncul yaitu kemajuan bidang telekomunikasi, elektronik dan bioteknologi yang dikuasai oleh perusahaan transnasional.[8]

E. Keterkaitan Identitas Nasional dengan Globalisasi

Adanya Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka atau tidak suka   telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Ini semua merupakan ancaman,  tantangan  dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi, dan berinovasi di segala aspek kehidupan.

Di Era Globalisasi pergaulan antar bangsa semakin ketat. Batas antar negara  hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antar bangsa yang semakin kental itu akan terjadi proses alkulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi antara budaya masing-masing. Yang perlu kita cermati dari proses akulturasi  tersebut  apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indoensia. Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor yaitu :

1. Semakin menonjolnya sikap individualistis yaitu mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan azas gotong-royong.
2. Semakin menonjolnya sikap materialistis yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Bila hal ini terjadi berarti etika dan moral telah dikesampingkan.

Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung akan berakibat lebih serius dimana pada puncaknya mereka tidak bangga kepada bangsa dan negaranya.

Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat kita. Jika semua ini tidak dapat dibendung maka akan mengganggu ketahanan di segala aspek bahkan mengarah kepada kreditabilitas sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut kita harus berupaya untuk menciptakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga. Dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional menjadi semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundering),  peredaran dokumen keimigrasian palsu dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi mulai memudar. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung maka akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai identitas nasional. [9]

F. Kesimpulan

1. Identitas nasional adalah ciri, tanda/ jati diri suatu bangsa yang mempunyai nilai – nilai budaya dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa yang menjadikan suatu bangsa itu berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Kekhasan yang melekat pada sebuah bangsa banyak dikaitkan dengan sebutan “identitas nasional”. Namun demikian, proses pembentukan identitas nasional bukan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang terus berkembang dan kontekstual mengikuti perkembangan zaman.

2. Unsur-unsur identitas terdiri dari sejarah, kebudayaan, agama, suku Bangsa dan bahasa.

3. Globalisasi secara umum bermakna perubahan dalam bentuk semakin bertambahnya keterkaitan antara masyarakat dan faktor-faktor yang terjadi akibat transkulturasasi dan perkembangan teknologi modern.

4.,Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat, namun tidak selalu negative. Diperlukan kearifan dalam menghadapi globalisasi agar aidentitas nasional tetap ertahan.

G. Saran

1. Disarankan agar kita menjaga identitas nasional karena identitas nasional merupakan karakater dari bangsa Indonesia dan sebagai sarana menjaga keutuhan NKRI.

2. Diasarankan agar kita dapat melestarikan unsur-unsur identitas terdiri dari sejarah, kebudayaan, agama, suku bangsa dan bahasa walaupun kita beragam dari berbagai suku bangsa. Keberagaman adalah suatu berkah dari Pengatur Alam Semesta ini, dan sebagai suatu bangsa yang beragama kita seharusnya dapat menghargai keberagaman global serta dapat memilih serta memilah yang terbaik untuk diterpakan di Negara tercinta Republik Indonesia. Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah untuk saling kenal-mengenal untuk bersama-sama mendapatkan gelar taqwa. Hal ini termaktub dalam ayat Suci al-Qur’an (QS Al-Hujurat:9):   

Artinya: “dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS Al-Hujurat:9)

3. Disarankan agar kita dapat menangkal segala bentuk negative globalisasi dengan semangat ridha dan cinta kepada Allah maka kita dapat mentransformasikan segala kaidah agama kedalam budaya dan kita dapat menyesuaikan tindakan-tindakan atau aksi yang terstruktur lewat kacamata agama, Allah pasti menolong dan menyelamatkan Bangsa ini dari pengaruh negative arus globalisasi, seperti yang sebutkan Allah dalam Al-Qur’anul Karim:
Artinya : “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang Telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. (QS. Al-Mujaadilah : 22)


Daftar Pustaka

A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, 2003. Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah

Azyumardi Azra, MA, 2015. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Jakarta

Budi Winarno. 2009. Pertarungan Negara vs Pasar. Yogyakarta: PT. Media Pressindo

Darmaputra, 1988, Pancasila Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis dan Budaya, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Mansour Fakih,2000.  Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Jakarta: Pusataka Pelajar

Srijanti dkk, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di PT: Mengembangkan Etika Berwarga Negara, Jakarta:  Salemba Empat. hlm 40

wpurwanis.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35246/Modul+4+Pkn.doc

Winarto, 2008.  Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Bumi Aksara, Jakarta.


[1] Darmaputra, 1988, Pancasila Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis dan Budaya, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. hlm. 1.
[2].Winarto, 2008.  Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Bumi Aksara, Jakarta.  hlm.29-31
[3] Azyumardi Azra, MA, 2015. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Jakarta.  hlm. 23.
[4] Srijanti dkk, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di PT: Mengembangkan Etika Berwarga Negara, Jakarta:  Salemba Empat. hlm 40
[5] Srijanti dkk, Op. Cit. hlm 42-45.
[6] Budi Winarno. 2009. Pertarungan Negara vs Pasar. Yogyakarta: PT. Media Pressindo. Hlm. 19
[7] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, 2003. Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah. hlm 55
[8] Mansour Fakih,2000.  Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Jakarta: Pusataka Pelajar. Hlm. 198
[9] wpurwanis.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35246/Modul+4+Pkn.doc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar