Selasa, 24 Oktober 2017

Perkembangan Karakter AUD

Penulis : Azizatul Fuad, Diana Ekasara, Siti Rahma, Yayu Sru Wahyu Ningsih

A.  Pendahuluan

Keterpurukan dan jatuh bangunnya suatu bangsa tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Keruntuhan suatu negara ditengarai dengan melemahnya nilai-nilai karakter dalam kehidupan masyarakatnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Lickona, seorang profesor pendidikan dari Cortland University, sebagai dikutip Masnur Muslich, mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, karena jika tanda-tanda ini sudah ada, berarti sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud adalah (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindakan kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.[1] Maka perlunya penananaman nilai-nilai karakter diyakini sebagai akar yang kokoh dalam menopang keutuhan berbangsa dan bernegara. Seyogyanya penanaman nilai-nilai karakter itu sudah ditanamkan sejak usia dini, bahkan sejak dalam kandungan ibu.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang besifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah krisis moral bangsa.

Didalam sistem pendidikan nasional dikenal jalur pendidikan formal, non formal dan informal. Jalur pendidikan non formal salah satunya adalah Kelompok Bermain yang merupakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Menurut undang-undang No.20 pasal 1 butir 14 tahun 2003 tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Dalam riset menyatakan bahwa perkembangan otak pada anak usia dini tersebut (0-6 tahun) mengalami percepatan hingga 80% dari keseluruhan otak orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh potensi dan kecerdasan serta dasar-dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk pada usia tersebut. Sedemikian pentingnya masa itu sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas).[2] Penerapan pendidikan karakter diberikan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) karena pada usia dini akan menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya, anak akan diantar untuk dapat mengolah emosi. Kecerdasan emosi penting dimiliki anak-anak dalam mempersiapkan dan menyongsong masa depan yang penuh dengan tantangan.

B. Kesadaran Pentingnya Karakter

Menurut Megawangi, mengatakan : “Perkembangan karakter yang terbaik adalah pada anak usia dini. Jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah. Pentingnya Penanaman Nilai-nilai Karakter bagi Anak Usia Dini Montessori menyatakan bahwa tahapan perkembangan anak yang paling penting adalah pada usia enam tahun pertama dan usia tersebut merupakan masa paling tepat bagi pembentukan karakter seseorang.[3]

Mulyasa menyatakan bahwa pendidikan karakter bagi anak usia dini memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral karena tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang berbagai perilaku yang baik dalam kehidupan, sehingga anak memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena karakter merupakan sifat alami bagi anak usia dini untuk merespon situasi secara moral, harus diwujudkan dalam tindakan nyata melalui pembiasaan untuk berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, dan hormat terhadap orang lain. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aristotle bahwa karakter erat kaitannya dengan ‘habits’ atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan diamalkan.[4]

Menurut Russel Williams tentang pendidikan karakter sebagaimana yang dikutip Megawangi bahwa pendidikan karakter adalah ibarat  otot  dimana otot-otot karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh jika sering dipakai. Seperti seorang binaragawan (body builder) yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya. Demikian juga dengan otot-otot karakter akan terbentuk dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit). [5]

Dalam Islam sebagai sumber utama untuk menentukan karakter adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sehingga baik dan buruk dalam karakter Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber tersebut, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia. Nabi Muhammad Saw. bersabda dalam salah satu hadis yang berbunyi: 


Artinya Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Ahmad).

Hadis ini mengisyaratkan bahwa kehadiran Nabi Saw. di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia.[6]

C.  Pengertian Pendidikan/Pengembangan Karakter

Kata karakter menurut Doni Koesoema A adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.[7] Menurut Cronbach sebagimana dikutip oleh Darmuin bahwa karakter merupakan suatu sisi dan kepribadian yang terbentuk melalui kebiasaan dan gagasan yang tidak dapat dipisahkan antar keduanya.[8] Dapat disimpulkan karakter adalah tabiat atau kebiasaan untuk melakukan hal yang baik.

Pendidikan karakter menurut Megawangi adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikanya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan konstribusi yang positif kepada lingkungannya.[9] Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada anak didik yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan, kepada Tuhan YME, diri sendiri, sesame, lingkungan maupun kebangsaan agar menjadi manusia yang berakhlak.[10]

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang melibatkan penanaman pengetahuan, kecintaan dan penanaman perilaku kebaikan yang menjadi sebuah pola/kebiasaan. Pendidikan karakter tidak lepas dari nilai-nilai dasar yang dipandang baik. [11]

18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut kemdiknas dalam kutipan HE. Mulyasa adalah:[12]

1. Religius : Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan : Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air : Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12. Menghargai Prestasi : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
15. Gemar Membaca : Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial : Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab : Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam mengembangkan pendidikan karakter maka ada tujuh prinsip pendidikan karakter yang harus dilaksanakan oleh pendidik dan lembaga PAUD, yaitu :  [13]

1. Melalui contoh dan keteladanan
2. Dilakukan secara berkelanjutan
3. Menyeluruh, terintegrasi dalam seluruh aspek perkembangan
4. Menciptakan suasana kasih sayang
5. Aktif memotivasi anak
6. Melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
7. Adanya penilaian

D.  Perkembangan Karakter Anak TK

Menurut Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Usia Dini, Pasal 10 ayat,  lingkup perkembangan sesuai tingkat usia anak meliputi aspek nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni. [14]

1. Nilai agama dan moral : kemampuan mengenal nilai agama yang dianut, mengerjakan ibadah, berperilaku jujur, penolong, sopan, hormat, sportif, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengetahui hari besar agama, menghormati, dan toleran terhadap agama orang lain.

2. Fisik-motorik : a. motorik kasar, mencakup kemampuan gerakan tubuh secara terkoordinasi, lentur, seimbang, lincah, lokomotor, non-lokomotor, dan mengikuti aturan; b. motorik halus, mencakup kemampuan dan kelenturan menggunakan jari dan alat untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan diri dalam berbagai bentuk; dan c. kesehatan dan perilaku keselamatan, mencakup berat badan, tinggi badan, lingkar kepala sesuai usia serta kemampuan berperilaku hidup bersih, sehat, dan peduli terhadap keselamatannya.

3. Kognitif : a. belajar dan pemecahan masalah, mencakup kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan cara fleksibel dan diterima sosial serta menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru; b. berfikir logis, mencakup berbagai perbedaan, klasifikasi, pola, berinisiatif, berencana, dan mengenal sebab-akibat; dan c. berfikir simbolik, mencakup kemampuan mengenal, menyebutkan, dan menggunakan konsep bilangan, mengenal huruf, serta mampu merepresentasikan berbagai benda dan imajinasinya dalam bentuk gambar.

4. Bahasa : a. memahami bahasa reseptif, mencakup kemampuan memahami cerita, perintah, aturan, menyenangi dan menghargai bacaan; b. mengekspresikan bahasa, mencakup kemampuan bertanya, menjawab pertanyaan, berkomunikasi secara lisan, menceritakan kembali yang diketahui, belajar bahasa pragmatik, mengekspresikan perasaan, ide, dan keinginan dalam bentuk coretan; dan c. keaksaraan, mencakup pemahaman terhadap hubungan bentuk dan bunyi huruf, meniru bentuk huruf, serta memahami kata dalam cerita.

5. Sosial-emosional: a. kesadaran diri, terdiri atas memperlihatkan kemampuan diri, mengenal perasaan sendiri dan mengendalikan diri, serta mampu menyesuaian diri dengan orang lain; b. rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain, mencakup kemampuan mengetahui hak-haknya, mentaati aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama; dan c. perilaku prososial, mencakup kemampuan bermain dengan teman sebaya, memahami perasaan, merespon, berbagi, serta menghargai hak dan pendapat orang lain; bersikap kooperatif, toleran, dan berperilaku sopan.

6. Seni: kemampuan mengeksplorasi dan mengekspresikan diri, berimajinasi dengan gerakan, musik, drama, dan beragam bidang seni lainnya (seni lukis, seni rupa, kerajinan), serta mampu mengapresiasi karya seni, gerak dan tari, serta drama.

E. Kesimpulan

1. Perkembangan karakter yang terbaik adalah pada anak usia dini. Jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah. Tahapan perkembangan anak yang paling penting adalah pada usia enam tahun pertama dan usia tersebut merupakan masa paling tepat bagi pembentukan karakter seseorang.

2. Pendidikan karakter atau pendidikan akhlah adalah upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada anak sejak usia dini yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan, kepada Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan agar menjadi manusia yang berakhlak. Terdapat 18 Nilai karakter yang bisa dilaksanakan dalam pendidikan karakter.

3. Lingkup perkembangan sesuai tingkat usia anak meliputi aspek nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.

F. Saran

Disarankan agar lembaga PAUD hendaknya  melakukan pendidikan karakter dengan contoh dan keteladanan, secara berkelanjutan,  menyeluruh, terintegrasi dalam seluruh aspek perkembangan,  Menciptakan suasana kasih sayang, memotivasi anak, Melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat, adanya penilaian.

DAFTAR PUSTAKA

Albertus, Doni Koesoma. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Grasindo, 200

Darmuin, Konsep Dasar Pendidikan Karakter Taman Kanak-kanak, Semarang: Pustaka Zaman, 2013

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Pedoman Pendidikan Karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional,Jakarta: 2012

Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Usia Dini

Megawangi  Ratna, Pendidikan Karakter: Solusi yang tepat untuk membangun Bangsa. Bogor : Indonesia Heritage Foundation, 2004

------------------------,  Semua Berakar Pada Karakter “ Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007

------------------------, Pendidikan Karakter. Depok: Indonesia Heritage Foundation, 2010

Mulyasa H.E., Manajemen Pendidikan Karakter, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2016

Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara, 2011


Suyadi, Manajemen PAUD: TPA-KB-TK/RA, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011



[1] Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidi­mensional. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011),  h. 35
[2] Suyadi, Manajemen PAUD: TPA-KB-TK/RA, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.. 7
[3]  Megawangi R, Pendidikan Karakter. (Depok: Indonesia Heritage Foundation, 2010). h. 5
[4]  Mulyasa, HE,. Manajemen Pendidikan Karakter (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2016), h. 68
[5] Megawangi, RatnaSemua Berakar Pada Karakter “ Isu-isu Permasalahan Bangsa, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007), h. 83
[6] Hadits shahih lighairihi ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381, Imam Al Haakim dalam Mustadrak-nya 2/613, dan Imam Al Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad no. 273
[7] Albertus, Doni Koesoma. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), h. 80
[8] Darmuin, Konsep Dasar Pendidikan Karakter Taman Kanak-kanak, (Semarang: Pustaka Zaman, 2013),  h. 70
[9] Megawangi, Ratna. Pendidikan Karakter: Solusi yang tepat untuk membangun Bangsa. (Bogor : Indonesia Heritage Foundation, 2004). h. 95
[10] Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, , Pedoman Pendidikan Karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2012), h. 5
[11] Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, , Pedoman. h 5
[12] Mulyasa HE, Manajemen, h. 71 - 72
[13] Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini,  Pedoman. h 6
[14] Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Usia Dini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar